Poligami: Anak dari Istri Kedua pun Berbagi Cerita


FA, Pelajar kelas 3 SMA, 17 tahun

FA adalah seorang pelajar kelas 3 SMA yang berusia 17 tahun. Ia tahu bahwa ibunya adalah istri kedua karena sering dibawa ke rumah istri pertama untuk bermain bersama. Meskipun demikian, FA menganggap istri pertama selalu memperlakukan ia dengan baik seperti anak sendiri. Namun, ada masalah yang sering terjadi antara ibu FA dan istri pertama ayahnya. Ibu FA sering mendapatkan perlakuan buruk dari istri pertama, bahkan sempat meminta suaminya untuk memilih antara dirinya atau istri pertama. Namun, sang ayah tidak bisa memutuskan dan akhirnya tidak menceraikan keduanya.

FA juga mengungkapkan bahwa kakak-kakaknya berubah drastis setelah ayahnya pergi bekerja di Belanda. Mereka mulai memperlakukan FA dan ibunya dengan buruk, terutama kakak perempuannya. Mereka seringkali menciptakan cerita palsu tentang bunda FA dan FA sendiri, dan melaporkannya kepada ayah dan keluarga ayah. Perlakuan mereka semakin parah seiring berjalannya waktu, bahkan istri pertama seringkali mengucapkan kata cerai. Namun, hingga sekarang, sang ayah belum menceraikan istri pertamanya.

FA merasa seperti tidak dianggap ada oleh keluarga ayahnya. Ia seringkali disindir dan dianggap sebagai anak buangan. Namun, FA berusaha untuk tetap kuat di depan orang lain, terutama di depan ayahnya, karena ia tidak ingin membuat ayahnya sedih. Meskipun begitu, ia seringkali menangis di kamar mandi ketika tidak tahan dengan perlakuan tersebut.

Akhirnya, bunda FA memutuskan untuk bercerai. Ia menyadari bahwa sang ayah masih mencintainya dan ingin rujuk, namun bunda FA menolak jika sang ayah tidak menceraikan istri pertamanya terlebih dahulu. FA mengungkapkan bahwa ia merasakan efek yang terjadi karena dibesarkan dalam keluarga yang berpoligami. Sebagai seorang anak, ia merasakan pahitnya menjadi korban dalam situasi tersebut. Ia seringkali disalahkan oleh mama tirinya tanpa alasan yang jelas. Ketika orang tua FA bertengkar, mama tirinya seringkali mengatakan bahwa bunda FA adalah penyebabnya. Meskipun FA mengatakan bahwa ia fine-fine saja jika bunda dan ayahnya bercerai, namun ia mengakui bahwa ia sangat sedih. Ia merasa bahwa ia harus menanggung akibat dari kesalahan yang dilakukan oleh bundanya. Meskipun demikian, ia mencoba untuk tetap kuat dan tidak menunjukkan rasa sedihnya kepada bunda ataupun ayahnya.

FA berpesan kepada dirinya sendiri untuk tetap kuat. Ia ingin mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa ia bisa melewati semua ini dan tidak menyerah. Ia berharap bahwa suatu hari nanti, ia bisa menjadi lebih bahagia dan memiliki keluarga yang utuh.

Sasa, 29 tahun, Asisten Dosen, Ibu dua anak

Sasa adalah seorang wanita berusia 29 tahun yang bekerja sebagai asisten dosen dan merupakan seorang ibu dari dua anak. Ia mengungkapkan bahwa ia mengetahui bahwa ibunya adalah istri kedua saat ia berusia 4 tahun. Saat itu, ada seorang remaja perempuan yang sering datang ke rumah mereka dan memanggil ayahnya dengan sebutan “papa” juga. Kakak ini seringkali makan di rumah mereka, meminta uang jajan, dan seringkali ngobrol dengan mama Sasa. Setelah beberapa tahun, Sasa baru mengetahui bahwa ibunya adalah istri kedua dan kakak tersebut adalah anak dari istri pertama.

Baca Juga:  Zat Besi dan Zink: Perlu!

Sasa merespon hal ini dengan senang hati. Baginya, memiliki seorang kakak perempuan adalah hal yang menyenangkan karena selama ini ia hanya memiliki adik. Namun, tidak semua anggota keluarga menerima situasi tersebut dengan baik. Ketiga adik Sasa dan abang-abang dari istri pertama ayahnya tidak menerima kehadiran Sasa dan kakaknya. Mereka kehilangan rasa hormat pada ayah mereka.

Sasa mengungkapkan bahwa ayahnya sudah berusaha menceraikan istri pertamanya, namun sang istri terus menolak karena tak mau dibilang janda. Ayahnya seringkali tinggal di rumah Sasa dan hanya pulang ke rumah istri pertamanya sekali dalam sebulan. Namun, menurut Sasa, ayahnya tidak mampu monogami. Ia menikah lagi dan meninggalkan kedua istri sebelumnya. Sasa dan kedua istri tersebut tidak mendapatkan biaya hidup dari ayahnya.

Sasa mengungkapkan rasa kecewa dan benci pada ayahnya ketika ia menikah lagi dengan seorang sugar baby saat ibunya sedang hamil. Ayahnya jarang pulang dan tidak memberikan biaya hidup bagi mereka. Ayahnya hanya kembali ke rumah setelah semua harta dan kekayaan yang dimiliki bersama dengan istri sebelumnya habis digunakan untuk sang sugar baby.

Sasa mengakui bahwa kejadian tersebut memberikan efek jangka panjang dalam hidupnya. Ia menjadi lebih tidak menghakimi kasus perselingkuhan. Ia tidak suka dengan orang-orang yang menghakimi wanita lain padahal yang bersalah adalah pria. Ia juga menjadi lebih siap menghadapi kemungkinan terburuk dalam pernikahannya. Ia tidak ingin mengulangi jejak ibu tirinya atau ibunya yang tidak mau bercerai karena takut menjadi janda. Semua ini karena ia sudah terbiasa dengan kejutan-kejutan yang dilakukan oleh ayahnya.

Sasa berpesan kepada dirinya sendiri untuk tetap kuat. Ia ingin menjadi seseorang yang tidak terkalahkan oleh laki-laki. Ia bertekad untuk bisa bertahan meskipun tanpa kehadiran seorang laki-laki. Ia tidak mau meniru jejak ibu tirinya atau ibunya yang tidak mau bercerai karena takut menjadi janda. Ia mencari figur ayah dalam laki-laki yang lebih tua darinya.

Sunarti, 27 tahun, Staf accounting, belum menikah

Sunarti, atau akrab dipanggil Nartie, adalah seorang wanita berusia 27 tahun yang bekerja sebagai staf accounting dan belum menikah. Nartie tidak ingin merahasiakan namanya dan ingin menunjukkan kepada semua orang yang selalu meremehkan dan menghina ibunya bahwa ia sekarang menjadi orang yang tidak menyerah dalam mengejar impian.

Nartie mengungkapkan bahwa sejak kecil, ia sudah merasa memiliki banyak ibu karena ibu kandungnya adalah istri ketiga dan akur dengan kedua istri pertama. Namun, masalah timbul ketika ayahnya memutuskan untuk menikahi istri keempat. Istri keempat ini ingin menguasai semua harta ayah Nartie dan seringkali melakukan tindakan yang mengganggu keluarga Nartie. Ia seringkali menelepon dan meneror mereka, bahkan hampir melabrak ibu Nartie. Suatu hari, ketika Nartie pulang sekolah, ia melihat rumah dalam keadaan berantakan dengan ayahnya membawa semua barang dan ingin bercerai.

Baca Juga:  Mengatasi dan Mencegah Sembelit, Musuh Utama Ibu Hamil

Kejadian ini seperti disambar petir bagi Nartie. Mereka semua bergantung pada ayahnya untuk hidup, namun ayahnya pergi begitu saja. Nartie merasa marah dan kecewa, terutama saat ia harus menghadapi kesulitan ekonomi dan kehilangan banyak hal dalam hidupnya. Ia bahkan pernah hanya makan nasi dengan kecap sebagai satu-satunya lauknya. Meskipun ia merasa kesal pada ayahnya, namun ia tetap mencintainya dan menganggapnya sebagai pahlawan.

Kejadian tersebut memberikan efek yang cukup besar dalam hidup Nartie. Ia menjadi lebih keras kepala dan mandiri. Ia merasa bahwa ia tidak membutuhkan kehadiran seorang laki-laki dalam hidupnya. Ia tumbuh menjadi pribadi yang bisa bertahan meskipun tanpa laki-laki. Ia menyadari bahwa ia harus mencari kebahagiaan dan kesuksesan sendiri, tanpa bergantung pada orang lain. Ia juga merasa benci pada pelakor (perebut laki orang) dan lebih suka kepada laki-laki yang lebih tua darinya karena mencari figur ayah dalam mereka.

SH, 29 tahun, Ibu satu anak

SH adalah seorang wanita berusia 29 tahun dan seorang ibu dari satu anak. Ia mengetahui bahwa ibunya adalah istri kedua saat ia masih duduk di bangku SD, namun tidak lama setelah itu istri pertama ayahnya meninggal. Keluarga yang diharapkan bisa menjadi utuh ternyata tidak semulus yang diharapkan. Ayahnya memutuskan untuk menikah lagi setelah istri pertamanya meninggal.

SH mengungkapkan bahwa ia tidak percaya pada awalnya, namun ia harus menerima kenyataan bahwa ia lahir dari seorang ayah yang melakukan poligami dan ibu yang menjadi istri kedua. Bagi SH, hal ini seperti menelan pil pahit yang harus diterima. Meskipun demikian, ia mencoba untuk memaafkan ayahnya karena ia tahu bahwa ayahnya sendiri menghadapi masalah dengan istri-istrinya. Ia juga merasa kasihan pada ayahnya yang sudah tua dan sakit.

Kejadian ini memberikan efek traumatis bagi SH. Ia merasa sulit menerima kenyataan bahwa ayahnya memiliki dua istri. Ketika ia diminta membuat family tree di sekolah, ia merasa malu jika teman-temannya mengetahui bahwa ayahnya memiliki dua istri. Ayahnya juga tidak mampu memberikan contoh sebagai suami pelaku poligami yang baik. Setelah menikah, SH tidak ingin mengalami poligami dalam pernikahannya. Jika suatu saat suaminya ingin melakukan poligami, SH lebih memilih bercerai daripada mempertahankan rumah tangga yang tidak ada keridhoannya. Ia juga menjadi lebih bersikap selektif dalam memilih pasangan, lebih suka kepada laki-laki yang lebih tua darinya karena mencari figur ayah dalam mereka.

Irna, 30 tahun, Ibu 2 anak

Irna adalah seorang wanita berusia 30 tahun dan seorang ibu dari dua anak. Sejak kecil, Irna merasa bahwa ia memiliki banyak ibu karena ibu kandungnya adalah istri ketiga dan akur dengan kedua istri pertama. Namun, masalah timbul ketika ayahnya memutuskan untuk menikahi istri keempat. Istri keempat ini ingin menguasai semua harta ayah Irna dan seringkali melakukan tindakan yang mengganggu keluarga Irna. Suatu hari, Irna pulang sekolah dan melihat rumah dalam keadaan berantakan. Ayahnya membawa semua barang dan ingin bercerai.

Baca Juga:  Lock&Lock Glass, Satu Wadah Untuk Semua!

Kejadian ini membuat Irna merasa seperti disambar petir. Mereka semua bergantung pada ayahnya untuk hidup, namun ayahnya pergi begitu saja. Irna merasa kecewa dan marah terhadap ayahnya. Meskipun begitu, ia tetap mencintainya dan menganggapnya sebagai pahlawan. Kejadian tersebut memberikan efek yang cukup besar dalam hidup Irna. Ia menjadi lebih keras kepala dan mandiri. Ia merasa bahwa ia tidak membutuhkan kehadiran seorang laki-laki dalam hidupnya. Ia bertekad untuk bisa bertahan meskipun tanpa laki-laki. Ia tidak ingin mengalami poligami dalam pernikahannya dan lebih suka kepada laki-laki yang lebih tua darinya karena mencari figur ayah dalam mereka.

Dari kisah-kisah di atas, dapat dilihat bahwa anak-anak dari istri kedua dalam poligami mengalami berbagai efek dan pengaruh dalam kehidupan mereka. Mereka harus menghadapi perlakuan buruk dari istri pertama dan keluarga ayahnya, serta merasakan kesulitan dalam menghadapi situasi yang rumit dan penuh konflik. Namun, mereka juga menunjukkan kekuatan dan keteguhan dalam menghadapi masalah tersebut. Mereka berusaha untuk tetap kuat dan mengejar impian mereka, meskipun harus melewati banyak rintangan.

Kisah-kisah ini juga mengajarkan kita untuk tidak menghakimi atau menghina orang lain berdasarkan status mereka dalam poligami. Sebagai masyarakat, kita harus lebih memahami dan menghormati pilihan hidup orang lain, serta tidak bersikap prejudis terhadap mereka. Semua orang memiliki hak untuk bahagia dan hidup dengan damai, tanpa harus merasa dihakimi atau diremehkan.

Dalam menyelesaikan konflik dalam poligami, penting bagi semua pihak untuk berkomunikasi dengan baik dan mencari solusi yang adil bagi semua orang yang terlibat. Poligami adalah pilihan hidup yang sah dalam agama tertentu, namun harus dilakukan dengan penuh tanggung jawab dan rasa hormat terhadap semua istri dan anak-anak yang terlibat.

Kisah-kisah di atas juga mengingatkan kita pentingnya menjaga keutuhan keluarga dan memberikan kasih sayang kepada semua anggota keluarga, terlepas dari status atau peran mereka dalam poligami. Semua anak memiliki hak untuk tumbuh dalam keluarga yang penuh kasih sayang dan perhatian, serta memiliki akses yang sama terhadap pendidikan dan kesempatan hidup yang baik.

Dalam menghadapi situasi poligami, penting bagi semua pihak untuk mencari solusi yang terbaik dan adil bagi semua orang yang terlibat. Komunikasi yang baik, saling pengertian, dan rasa hormat antara semua pihak sangat penting dalam menjaga keharmonisan keluarga.


Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com