Pengalaman Saya dan Penyakit Campak yang Menyerang Rasyid: Sebuah Peringatan tentang Bahaya Campak
Pendahuluan
Saya ingin berbagi pengalaman pribadi kami tentang penyakit campak yang menyerang anak kedua kami, Rasyid, saat berusia 2 tahun 3 bulan. Saya merasa penting untuk membagikan cerita ini setelah membaca berita tentang seorang balita yang meninggal karena campak. Saya bukan seorang dokter, jadi mohon dimaklumi jika ada kesalahan istilah atau informasi dalam cerita ini. Saya berharap cerita ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bahaya campak dan pentingnya melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat.
Pendapat Umum tentang Campak
Sebelumnya, saya memiliki pandangan bahwa campak adalah penyakit yang biasa menjangkiti anak-anak dan tidak terlalu berbahaya. Saya berpikir bahwa karena anak-anak sudah divaksinasi terhadap campak, kemungkinan besar mereka tidak akan mengalami gejala yang parah jika terinfeksi. Namun, pengalaman kami dengan Rasyid mengubah pandangan tersebut.
Gejala Pertama dan Tindakan Awal
Pada bulan Juni yang lalu, Rasyid mulai mengalami demam tinggi dan batuk. Awalnya, saya mengira itu hanya gejala biasa dan tidak perlu panik. Saya memberikan obat penurun panas ketika suhu tubuhnya mencapai 38 derajat Celcius. Namun, demamnya naik lagi setelah 4 jam. Saat itulah saya menyadari bahwa ini mungkin bukan hanya demam biasa.
Saya juga melakukan kompres dengan air hangat pada lipatan tubuh Rasyid seperti jidat, ketiak, dan selangkangan. Saya membutuhkan 5 handuk kecil untuk melakukan kompres ini. Saya membuka pakaian Rasyid dan menyalakan AC agar suhu tubuhnya bisa turun. Tindakan ini penting karena tubuh anak di bawah 2 tahun memiliki komposisi yang didominasi oleh air. Bayangkan seperti saat air di panci mendidih, tubuh anak kita juga seperti itu. Banyak orangtua yang salah dalam mengatasi demam anak dengan memberikan jaket atau pakaian tebal, atau bahkan memeluk anak mereka. Hal ini sebenarnya sama saja dengan menyelimuti panci yang mendidih, suhu tubuh anak tidak akan turun, malah bisa naik. Namun, jika kaki anak terasa dingin, bisa diberikan kaos kaki. Saya belajar hal ini dari dokter spesialis anak kami.
Kunjungan ke Dokter
Pada hari Senin, demam Rasyid masih tinggi yaitu 39 derajat Celcius, dan batuknya semakin parah. Karena suami saya sedang berada di luar kota karena ada seminar, dan kondisi Rasyid semakin melemah dan tidak mau makan, saya memutuskan untuk membawanya ke dokter. Meskipun saya baru saja melahirkan 3 minggu sebelumnya, saya merasa tidak ada pilihan lain.
Setelah diperiksa oleh dokter spesialis anak, Rasyid didiagnosis mengalami radang tenggorokan. Dokter memerintahkan kami untuk melakukan tes darah jika dalam 3 hari demamnya tidak turun. Kami kemudian pergi ke laboratorium untuk melakukan tes darah. Hasilnya menunjukkan bahwa jumlah trombosit Rasyid berada di batas bawah normal, yaitu 165 ribu. Normalnya, jumlah trombosit harus di atas 180 ribu.
Kondisi yang Semakin Memburuk
Karena dokter spesialis anak yang biasa kami datangi sedang tidak praktik, kami segera membawa Rasyid ke rumah sakit. Ketika kami tiba di rumah sakit, perawat sudah siap menerima kami karena sudah dihubungi oleh dokter. Rasyid segera dipasang infus dan diambil darahnya untuk diperiksa. Hasil tes darah menunjukkan bahwa jumlah trombosit Rasyid semakin turun menjadi 125 ribu. Dokter menduga bahwa Rasyid mengalami demam berdarah karena tubuhnya mulai memerah. Perawat segera menghubungi dokter spesialis anak melalui telepon. Status Rasyid pun berubah menjadi demam berdarah.
Rasyid kemudian dipasang infus cairan pekat bening di tangan kanannya untuk meningkatkan jumlah trombosit. Bayangkan, anak sekecil itu harus dipasang infus di kedua tangannya. Kemudian, pada waktu Isya, Rasyid tiba-tiba mengalami pendarahan hidung yang cukup parah. DSA belum tiba dan suami saya juga belum kembali. Saya merasa sangat tegang dan khawatir. Rasyid kemudian dipasang oksigen di hidungnya. Melihatnya menangis dan merintih membuat hati saya hancur.
Kedatangan DSA dan Pencegahan Lebih Lanjut
Akhirnya, dokter spesialis anak kami datang pada pukul 11 malam. Ia segera meminta tes darah Rasyid lagi. Hasil tes darah menunjukkan bahwa jumlah trombosit Rasyid semakin menurun menjadi 98 ribu. DSA langsung menghubungi Palang Merah Indonesia (PMI) untuk mencari plasma darah yang bisa digunakan. Kami beruntung karena PMI Tangerang memiliki persediaan plasma darah yang dibutuhkan. Tim dari rumah sakit segera pergi ke Tangerang untuk mengambil plasma darah tersebut. Pada pukul 4 pagi, plasma darah tiba di rumah sakit, namun masih beku. Tes darah Rasyid dilakukan lagi dan jumlah trombositnya turun menjadi 70 ribu. Pada pukul 7 pagi, pemasangan plasma darah dimulai. Sementara itu, saya dan suami sibuk mencari informasi tentang obat peningkat trombosit melalui internet.
Mengatasi Penurunan Trombosit
Berdasarkan saran dari kakak saya, kami membuat jamu yang pernah diberikan kepada suaminya saat ia mengalami demam berdarah dahulu. Jamu tersebut terbuat dari daun meniran, daun pepaya, kunyit, temu ireng, dan sedikit garam. Bahan-bahan tersebut dicuci bersih, di-blender, dan disaring. Jamu ini terbukti ampuh, Rasyid meminumnya tanpa menolak sama sekali meskipun saya tahu rasanya pahit. Mungkin karena Rasyid merasa sangat lemas dan pusing, ia menerima apa pun yang diberikan kepadanya tanpa menentang. Pada pukul 12 siang, tes darah dilakukan lagi dan jumlah trombosit Rasyid naik menjadi 138 ribu. Kami merasa lega dan bernapas lega setelah melihat hasil tes darah tersebut. Jumlah trombosit Rasyid terus naik setelah itu.
Komplikasi yang Muncul
Namun, yang menarik adalah bahwa bintik merah di kulit Rasyid semakin banyak setiap harinya dan menyebar ke wajahnya. Dokter mulai meragukan bahwa Rasyid mengalami demam berdarah dan lebih condong pada diagnosis campak. Obat yang diberikan pun mulai ditujukan untuk mengatasi campak. Penting untuk dicatat bahwa seseorang baru dapat dikatakan positif mengalami demam berdarah setelah 14 hari sejak timbulnya demam pertama, dengan hasil tes darah yang menunjukkan adanya virus DB.
Pulang dari Rumah Sakit dan Hasil Tes Darah Lanjutan
Akhirnya, pada hari Senin minggu berikutnya, Rasyid diperbolehkan pulang setelah dirawat selama 6 hari di rumah sakit. Setelah 14 hari, kami melakukan tes darah DBD pada Rasyid. Hasilnya? Negatif. Kami kemudian mengunjungi dokter spesialis anak lagi dan ia memastikan bahwa Rasyid memang terinfeksi campak. Dokter spesialis anak kami terkejut karena ini adalah kasus pertama yang ia temui di mana jumlah trombosit begitu rendah karena infeksi campak.
Komplikasi yang Dapat Terjadi akibat Campak
Ini membuat saya sadar bahwa campak adalah penyakit yang serius dan memiliki komplikasi yang berbahaya. Penurunan jumlah trombosit, radang paru-paru, dan radang otak adalah beberapa komplikasi yang dapat terjadi akibat campak. Hal ini sangat menakutkan dan sangat jarang diketahui oleh masyarakat umum. Oleh karena itu, seringkali kita meremehkan campak dan akhirnya terlambat menyadarinya.
Kesimpulan
Campak adalah penyakit yang sangat mudah menular melalui udara, air liur, dan lain-lain. Oleh karena itu, kita harus tetap waspada dan mengambil langkah-langkah pencegahan yang tepat. Saya berharap cerita ini dapat menjadi pelajaran bagi kita semua tentang bahaya campak dan pentingnya melindungi anak-anak kita dari penyakit ini. Semoga cerita ini dapat membantu meningkatkan kesadaran dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana kita dapat melindungi diri dan keluarga kita dari campak. Semoga kita semua terhindar dari penyakit ini. Amin.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com