Apa saja alasan salah untuk bertahan di dalam pernikahan yang tidak bahagia? Ini jawabannya.
Tidak semua orang bisa dengan mudah mengambil keputusan untuk bercerai bahkan ketika ia tahu pernikahannya tidak bahagia. Terjebak dalam lingkaran keragu-raguan: “Haruskah saya bercerai?” “Bisa nggak ya pura-pura bahagia aja?’ atau “Sanggupkah nanti saya hidup tanpa suami/ istri saya?”
Mengapa seseorang begitu sulit meninggalkan pernikahannya bahkan ketika ia tahu dirinya tidak bahagia dan menderita, selama bertahun-tahun?
Ada beberapa alasan mengapa ada banyak orang yang menjalani pernikahan tak bahagia bergumul dengan keputusan untuk berpisah atau bertahan.
Baca juga: 9 Tanda Awal Pernikahan yang Akan Berakhir dengan Perceraian
8 Alasan bertahan di dalam pernikahan yang tidak bahagia
1. Anda takut …
Membuat kesalahan dan menyesali keputusan ini. Mungkin Anda khawatir akan menyesali keputusan bercerai di kemudian hari. Anda takut bahwa mungkin ada kesalahan yang bisa Anda perbaiki, atau Anda takut bahwa Anda akan menyesal karena meninggalkan pasangan Anda.
Menghancurkan hidup anak-anak. Salah satu alasan utama mengapa orang bertahan di dalam pernikahan yang tidak bahagia adalah karena mereka khawatir tentang dampaknya pada anak-anak. Mereka takut bahwa bercerai akan menghancurkan hidup anak-anak dan akan memberikan mereka pengalaman yang tidak bahagia.
Bakal hidup sendirian selamanya! Banyak orang yang takut hidup sendirian setelah bercerai. Mereka tidak yakin apakah mereka akan bisa menemukan pasangan yang tepat atau bisa hidup sendirian dengan nyaman. Mereka takut bahwa mereka akan kesepian atau tidak bahagia jika mereka berpisah.
Biaya ekonominya sangat mahal. Pernikahan yang tidak bahagia seringkali melibatkan masalah finansial. Jika Anda bercerai, Anda harus memikirkan biaya perceraian, seperti biaya pengacara, pembagian harta, dan dukungan anak. Bagi sebagian orang, biaya ini sangat mahal dan sulit untuk ditanggung.
Menyakiti perasaan pasangan. Ada juga orang-orang yang tidak ingin menyakiti perasaan pasangan mereka. Mereka tidak ingin membuat pasangan mereka sedih atau marah dengan meminta bercerai. Mereka takut bahwa dengan berpisah, mereka akan menyakiti orang yang mereka cintai.
Perubahan. “Saya nggak bahagia bersamanya, tapi di luar itu, hidup saya sangat nyaman.” Banyak orang takut dengan perubahan. Meskipun mereka tidak bahagia dalam pernikahannya, mereka terbiasa dengan kehidupan mereka saat ini dan takut dengan perubahan yang akan terjadi jika mereka bercerai. Mereka takut bahwa mereka akan kehilangan keamanan dan kenyamanan yang mereka miliki sekarang.
Tidak mendapat dukungan dari orang tua, keluarga, teman-teman, termasuk mungkin takut kehilangan mertua yang baik. Dukungan dari orang-orang terdekat sangat penting ketika seseorang mempertimbangkan untuk bercerai. Jika seseorang tidak mendapatkan dukungan dari orang tua, keluarga, atau teman-teman, itu bisa membuat mereka ragu-ragu untuk mengambil keputusan untuk berpisah. Selain itu, jika mereka memiliki hubungan baik dengan mertua mereka, mereka mungkin takut kehilangan hubungan tersebut jika mereka bercerai.
Menjadi pihak yang disalahkan karena minta bercerai, apalagi dimusuhi oleh anak-anak. Salah satu kekhawatiran utama ketika mempertimbangkan untuk bercerai adalah bagaimana orang lain akan bereaksi. Beberapa orang takut bahwa mereka akan menjadi pihak yang disalahkan oleh pasangan, keluarga, atau bahkan anak-anak mereka. Mereka takut bahwa mereka akan dimusuhi atau dijauhi oleh orang-orang terdekat mereka.
2. Merasa bersalah karena…
Tidak berusaha cukup keras mengatasi persoalan-persoalan di dalam pernikahan Anda. Salah satu alasan mengapa seseorang mungkin merasa bersalah karena tidak ingin bercerai adalah karena mereka merasa bahwa mereka belum mencoba cukup keras untuk memperbaiki pernikahan mereka. Mereka merasa bahwa mereka belum mencoba segala cara untuk mengatasi masalah-masalah di dalam pernikahan mereka.
Tidak mampu menepati janji pernikahan Anda. Ketika Anda menikah, Anda berjanji untuk saling mencintai dan setia satu sama lain. Jika Anda memutuskan untuk bercerai, Anda mungkin merasa bersalah karena tidak bisa menepati janji-janji pernikahan Anda. Anda merasa bahwa Anda telah gagal dalam pernikahan Anda dan itu membuat Anda merasa bersalah.
3. Tak mau mengalami kesulitan finansial dan hidup susah
Berat membayangkan biaya perceraian yang harus dikeluarkan. Perceraian dapat melibatkan biaya yang besar, seperti biaya pengacara, biaya pengadilan, dan biaya pembagian harta. Bagi sebagian orang, biaya ini sangat mahal dan sulit untuk ditanggung. Mereka takut bahwa mereka tidak akan mampu membayar biaya ini dan akan mengalami kesulitan finansial setelah bercerai.
Bagi pihak suami yang mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan satu rumah tangga, merasa tambah sulit jika harus membiayai dua rumah sekaligus. Alasan ini membuat orang berusaha bertahan meski rumah tangga jelas-jelas tak bahagia. Bayangkan, jika selama ini istri tidak pernah bekerja, dia akan berpikir 1000 kali untuk berpisah meski pernikahan yang dijalani membuatnya menderita lahir batin.
4. Dikucilkan oleh lingkungan dan pandangan yang tidak mendukung perceraian
Lingkungan akan mengucilkan wanita dengan status janda. Dalam masyarakat kita, masih ada pandangan negatif terhadap wanita yang bercerai, terutama jika mereka memiliki anak. Mereka sering kali dianggap sebagai orang yang gagal dalam pernikahannya dan diucilkan oleh lingkungan mereka. Wanita dengan status janda juga sering kali mengalami kesulitan dalam mencari pekerjaan atau mendapatkan dukungan sosial.
Pandangan bahwa perceraian adalah aib dan dosa besar. Perceraian seringkali masih dianggap sebagai aib dan dosa besar dalam masyarakat kita. Beberapa orang merasa bahwa bercerai adalah tindakan yang tidak pantas dan tidak diterima. Mereka takut akan dihakimi atau dikucilkan oleh masyarakat jika mereka memutuskan untuk bercerai.
Pihak yang menceraikan akan disalahkan dan dimusuhi. Jika Anda yang menceraikan pasangan Anda, Anda mungkin akan disalahkan dan dimusuhi oleh pasangan, keluarga, atau bahkan teman-teman Anda. Mereka mungkin merasa bahwa Anda telah gagal dalam pernikahan Anda dan merasa bahwa Anda telah menyakiti pasangan Anda. Mereka mungkin tidak mendukung keputusan Anda untuk bercerai dan akan memandang Anda dengan negatif.
Dianggap tidak mampu menjaga kehormatan keluarga. Dalam beberapa budaya, perceraian dianggap sebagai tanda ketidakmampuan seseorang untuk menjaga kehormatan keluarga. Beberapa orang takut bahwa mereka akan dihakimi atau dikucilkan oleh masyarakat jika mereka bercerai. Mereka merasa bahwa mereka harus tetap bertahan demi menjaga kehormatan keluarga mereka.
Tugas Anda adalah menjaga perkawinan tetap utuh, berapa pun harga yang harus dibayar. Dalam beberapa budaya, perkawinan dianggap sebagai tugas yang harus dipertahankan, tidak peduli seberapa tidak bahagianya seseorang dalam pernikahan tersebut. Beberapa orang merasa bahwa mereka harus tetap bertahan demi menjaga keutuhan perkawinan mereka, meskipun mereka tidak bahagia.
5. Berharap pasangan berubah atau keadaan akan membaik
Masalah akan hilang begitu saja, berulangkali mendoktrin diri sendiri bahwa Anda tidak sepenuhnya sengsara, Anda bisa mengabaikan masalahnya dan bahagia dengan bagian lain dari hidup Anda. Banyak orang yang bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia berharap bahwa masalah-masalah dalam pernikahan mereka akan hilang dengan sendirinya. Mereka berulangkali mendoktrin diri mereka sendiri bahwa mereka tidak sepenuhnya sengsara dan bahwa mereka masih bisa bahagia dengan bagian lain dari hidup mereka.
Pasangan akan berubah, meninggalkan semua kebiasaan buruknya, menjadi sadar. Sebagian orang berharap bahwa pasangan mereka akan berubah dan meninggalkan semua kebiasaan buruknya. Mereka berharap bahwa pasangan mereka akan menjadi lebih sadar dan akan berubah menjadi orang yang lebih baik. Mereka berpikir bahwa dengan memberi pasangan mereka cukup waktu, pasangan mereka akan berubah.
Bagai api dalam sekam. Saling mengabaikan kesalahan agar rumah tangga tetap ‘damai’. Ada juga orang-orang yang memilih untuk mengabaikan masalah-masalah dalam pernikahan mereka agar rumah tangga tetap damai. Mereka berpikir bahwa dengan saling mengabaikan kesalahan satu sama lain, mereka bisa menjaga keharmonisan dalam rumah tangga mereka.
Setelah anak-anak tumbuh besar, Anda dan pasangan berharap dapat memperbaiki hubungan. Beberapa pasangan memutuskan untuk bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia sampai anak-anak mereka tumbuh dewasa. Mereka berharap bahwa ketika anak-anak mereka tumbuh dewasa, mereka dan pasangan mereka bisa memperbaiki hubungan mereka. Mereka berpikir bahwa dengan waktu, hubungan mereka akan membaik.
Terlepas dari semua usaha serta terapi pernikahan yang sudah dilakukan dan sia-sia, Anda tetap ngarep keadaan bakal berubah. Beberapa orang bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia karena mereka masih berharap bahwa keadaan akan berubah. Mereka mungkin sudah mencoba segala cara untuk memperbaiki pernikahan mereka, seperti terapi pernikahan, tetapi tidak ada hasil yang positif. Namun, mereka masih berharap bahwa suatu hari keadaan akan berubah.
6. Anda merasa bertanggungjawab terhadap pasangan dan keluarganya
Anda lelah tapi sudah telanjur berjanji tidak akan pernah bercerai, apa pun yang terjadi. Beberapa orang merasa bahwa mereka harus bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia karena mereka sudah berjanji kepada pasangan mereka bahwa mereka tidak akan pernah bercerai, apa pun yang terjadi. Mereka merasa bahwa mereka harus memenuhi janji mereka dan tidak bisa mengabaikannya.
Pasangan bergantung pada Anda secara emosional, mental, dan fisik. Beberapa orang merasa bahwa mereka harus bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia karena pasangan mereka bergantung pada mereka secara emosional, mental, dan fisik. Mereka merasa bahwa pasangan mereka tidak bisa hidup tanpa mereka dan bahwa mereka bertanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan pasangan mereka.
Pasangan mengancam akan mengakhiri hidupnya jika Anda tinggalkan. Ada juga orang-orang yang merasa terjebak dalam pernikahan yang tidak bahagia karena pasangan mereka mengancam akan mengakhiri hidup mereka jika mereka meninggalkan. Mereka takut bahwa jika mereka bercerai, mereka akan merasa bersalah jika pasangan mereka mengakhiri hidupnya.
7. Terbiasa dengan kondisi buruk meski menderita
“Iya sih dia sering bersikap kasar tapi pada akhirnya dia akan minta maaf dan kasih saya banyak hadiah.” Ada beberapa orang yang bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia karena mereka terbiasa dengan kondisi buruk yang mereka alami. Meskipun pasangan mereka sering bersikap kasar atau tidak memperlakukan mereka dengan baik, mereka tetap bertahan karena mereka tahu bahwa pada akhirnya pasangan mereka akan minta maaf dan memberikan mereka hadiah-hadiah.
“Nggak apa-apa dia punya banyak pacar di luar sana, yang penting dia tetap pulang ke rumah dan bertanggung jawab sebagai ayah dan kepala keluarga.” Beberapa orang juga berpikir bahwa tidak apa-apa jika pasangan mereka memiliki hubungan dengan orang lain di luar pernikahan mereka. Mereka berpikir bahwa yang penting pasangan mereka tetap pulang ke rumah dan bertanggung jawab sebagai ayah dan kepala keluarga.
Anda merasa nyaman dengan hal-hal yang telanjur familier, meski sesungguhnya sangat bermasalah. Meskipun hidup dalam pernikahan yang tidak bahagia, beberapa orang merasa nyaman dengan keadaan tersebut karena sudah terbiasa. Mereka merasa bahwa meskipun mereka menderita, mereka tidak ingin menghadapi perubahan dan lebih memilih untuk tetap bertahan dalam kondisi yang sudah familier bagi mereka. Meskipun mereka berulang kali diselingkuhi atau menjadi korban KDRT, mereka yakin bahwa itu terjadi akibat kesalahan mereka dan mereka layak menerima perlakuan itu.
8. Tetap bersama demi anak-anak
Terlalu banyak orang bertahan dalam pernikahan penuh penderitaan dan bahkan membahayakan demi anak, percaya bahwa keluarga yang lengkap pasti dapat menyelamatkan perkawinan. Namun, ini adalah salah satu kesalahpahaman terbesar yang dilakukan orang tua. Anak-anak memahami jauh lebih banyak daripada yang Anda yakini, salah satunya, mereka lebih suka hidup dengan 2 orang tua bahagia yang terpisah daripada 1 pasangan seatap namun selalu saling menyakiti.
Alih-alih menunjukkan kepada anak-anak seperti apa pernikahan yang tidak bahagia itu, tunjukkan kepada anak-anak bahwa mereka bisa tetap bahagia meski orang tuanya berpisah. Dan membahagiakan anak dalam berbagai kondisi adalah tanggung jawab kedua orang tua.
Bertahan dalam pernikahan atau berpisah?
Ini adalah keputusan yang diambil dengan penuh pertimbangan. Jika Anda merasa harus bertahan, ingatkan diri Anda bahwa Anda selalu punya pilihan. Jika Anda memilih untuk tetap mempertahankan pernikahan, cobalah melakukan apa pun yang Anda bisa untuk memperbaiki keadaan atau menerima bahwa ini adalah pernikahan yang telah Anda pilih dan Anda ingin bertanggung jawab, mengerahkan upaya untuk mempertahankannya.
Jika memutuskan untuk berpisah, pastikan keputusan itu tidak diambil dengan terburu-buru. Pertimbangkan matang-matang semua risiko yang harus dihadapi dan dijalani, lalu persiapkan diri sebaik mungkin. Selalu pertimbangkan mediasi, tapi jika itu juga tidak berhasil, Anda berdua harus berjuang untuk melakukan perceraian yang damai dan sehat demi kebaikan anak-anak.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com