Pengalaman Menyusui yang Tidak Akan Terlupakan: Mengatasi Mastitis dengan Insisi
Pengalaman menjadi seorang ibu adalah pengalaman yang indah dan penuh tantangan. Salah satu tantangan yang sering dihadapi oleh ibu adalah menyusui. Meskipun menyusui adalah cara alami dan terbaik untuk memberikan nutrisi pada bayi, tidak jarang ibu mengalami masalah saat menyusui, salah satunya adalah mastitis. Mastitis adalah peradangan pada jaringan payudara yang biasanya terjadi pada ibu menyusui. Saya ingin berbagi pengalaman pribadi saya mengenai mastitis dan bagaimana saya mengatasinya dengan tindakan insisi.
Pengalaman mastitis saya dimulai setelah melahirkan anak pertama saya. Beberapa hari setelah melahirkan, payudara saya mulai terasa bengkak dan air susu keluar. Saya pikir ini adalah efek normal setelah melahirkan. Namun, beberapa minggu setelah melahirkan, puting saya pecah-pecah karena proses belajar menyusui. Saat itulah, bakteri jahat masuk ke dalam jaringan payudara dan menyebabkan mastitis.
Gejala yang saya alami mungkin berbeda dengan gejala mastitis yang dialami oleh ibu-ibu lain, namun secara garis besar kurang lebih sama. Gejala yang saya alami adalah badan mulai panas dingin meriang. Saya pergi ke dokter dan divonis “ngerangsemi”, istilah dalam bahasa Jawa yang berarti mastitis. Dokter memberi saya obat penghilang nyeri namun tidak memberikan antibiotik.
Sakit yang saya rasakan sangatlah hebat. Bahkan hanya terkena air biasa saat mandi atau sentuhan kain bra saja sudah menyebabkan rasa sakit yang luar biasa. Air susu juga sulit keluar dan lama kelamaan berhenti total. Payudara saya membengkak hampir dua kali lipat dari ukuran normalnya dan berwarna kemerahan. Aerola, bagian yang mengelilingi puting, juga ikut mengeras. Bayangkanlah betapa sakitnya saat bayi menyusui dengan aerola yang keras. Air susu yang keluar juga bukan air susu bersih, melainkan bercampur dengan nanah.
Dengan gejala yang saya alami, saya mencari informasi dan menemukan rekomendasi dari Dr. Sears, seorang dokter terkemuka dalam bidang kesehatan bayi dan ibu menyusui. Dr. Sears menyarankan pemberian antibiotik untuk mengatasi mastitis. Namun, jika kondisi tidak membaik, maka perlu dilakukan tindakan insisi. Tindakan insisi adalah tindakan mengeluarkan nanah karena adanya abses pada jaringan payudara. Saya merasa bahwa kasus saya sudah terlambat ditangani.
Saya kembali ke dokter kandungan dan diberikan antibiotik selama 10 hari. Namun, kondisi saya tidak membaik. Payudara saya tetap mengeras dan memerah, meskipun air susu lebih lancar keluar meskipun masih bercampur nanah. Saya memutuskan untuk berkonsultasi dengan dokter kandungan yang lebih senior, Dr. Sunaryadi di RS Delta Surya Sidoarjo. Beliau langsung menyarankan tindakan insisi saat itu juga.
Tindakan insisi dilakukan dengan menyayat bagian payudara yang bernanah dan memberikan saluran untuk mengeluarkan nanah. Setelah beberapa hari, saluran tersebut diangkat dan luka bedah dibiarkan terbuka hingga tertutup sendiri. Tindakan ini memakan waktu sekitar 15 menit dan saya dibius total selama prosedur ini. Setelah operasi, saya diberikan antibiotik dan habbatussauda (kapsul jinten hitam) untuk mempercepat penyembuhan luka.
Setelah insisi, dokter tidak menyuruh saya untuk berhenti menyusui. Dokter menjelaskan bahwa luka insisi akan sembuh dengan sendirinya dalam waktu kurang lebih 2 minggu asalkan saya tetap menyusui bayi saya. Saya juga diberi instruksi untuk membuang bagian awal susu yang banyak mengandung nanah dan hanya memberikan bayi susu bagian tengah yang sudah bersih. Meskipun susu bagian tengah mungkin masih mengandung sedikit nanah, dokter menjelaskan bahwa ASI sudah mengandung antibakteri alami yang akan menetralisir efek buruk dari bakteri nanah yang tertelan bayi.
Saran dokter berikutnya adalah untuk melihat kondisi bayi setelah menyusui. Jika tidak ada perubahan tekstur pup atau bayi tidak rewel, maka saya dianjurkan untuk terus menyusui dan mengeluarkan ASI sesering mungkin. Namun, jika bayi menunjukkan gejala yang mengkhawatirkan, saya harus tetap mengeluarkan ASI namun tidak memberikannya pada bayi.
Setelah menjalani insisi, saya merasa bingung mengapa kondisi saya tidak segera membaik. Saya mencari informasi dan menemukan seorang ibu yang mengalami mastitis juga dan telah menjalani insisi. Ketika saya menghubungi ibu tersebut, dokternya menyarankan untuk berhenti menyusui dengan menggunakan obat stop ASI setelah tindakan insisi. Ibu tersebut mengikuti saran dokter dan sekarang anaknya sudah berusia 1 tahun lebih, namun benjolan keras masih ada di payudaranya. Bayi saya baru berusia 1,5 bulan saat itu. Rasanya sangat menyedihkan jika saya harus berhenti menyusui.
Insisi merupakan tindakan yang dilakukan untuk mengeluarkan nanah pada abses mammae. Tindakan ini dilakukan dengan menyayat kecil pada bagian payudara yang bernanah dan memberikan saluran untuk mengeluarkan nanah. Setelah beberapa hari, saluran tersebut diangkat dan luka bedah dibiarkan terbuka hingga tertutup sendiri. Tindakan ini memakan waktu sekitar 15 menit dan biasanya dilakukan dengan menggunakan bius lokal. Setelah operasi, pasien diberikan antibiotik untuk mencegah infeksi.
Setelah insisi, saya harus belajar menyusui dengan PD yang sakit. Instruksi awal yang saya dapatkan dari suster tidak tepat, sehingga saya baru belajar menyusui dengan PD yang sakit pada hari ke-4 setelah saluran dibuka. Bagian areola yang sudah mengeras menyebabkan rasa sakit tetap ada, dan ada bagian lain yang juga mengeras, membuat bayi sulit menyusu. Namun, dengan kesabaran dan ketekunan, dalam waktu 3 hari areola mulai melemas. Setelah 3 minggu pasca operasi, bagian yang mengeras mulai membaik dengan bantuan fisioterapi laser, pemijatan, dan pengeluaran ASI yang dibantu oleh suster di RS Delta Surya Sidoarjo.
Setelah menjalani insisi, saya sempat bingung mengapa kondisi saya tidak segera membaik. Saya mencari informasi dan menemukan teman yang seorang dokter. Dia menyarankan saya untuk melakukan USG payudara di laboratorium untuk memastikan kondisi payudara saya. Namun, karena kondisi saya sudah membaik, saya belum sempat melakukan USG. Saya bersyukur bahwa semua ini akhirnya telah berlalu dan saya bisa melanjutkan menyusui bayi saya.
Berdasarkan pengalaman pribadi ini, saya ingin memberikan beberapa saran kepada ibu-ibu yang baru melahirkan. Pertama, setelah melahirkan dan payudara penuh atau tegang, mintalah bantuan dari pihak rumah sakit untuk membantu mengeluarkan air susu. Mintalah bidan atau suster untuk mengajari cara menyusui dengan benar, termasuk teknik latch-on, memerah, dan memijat payudara. Pastikan cara menyusui sudah benar agar tidak menimbulkan lecet pada puting. Susuilah bayi sesering mungkin.
Jika setelah menyusui payudara masih penuh, segera keluarkan air susu tersebut. Jangan disimpan atau disayang-sayang. Jika payudara sakit, kompres dengan air dingin untuk mengurangi rasa sakit dan kompres panas untuk membuka penyumbatan dan melancarkan keluarnya air susu. Jika kompres panas tidak membantu dan malah membuat rasa sakit semakin parah, segera lakukan tindakan fisioterapi laser. Tindakan ini aman dan tidak memiliki efek samping. Jika kondisi sudah terlambat dan payudara mengeras dan terasa sakit, segera temui dokter bedah untuk mendapatkan penanganan yang tepat.
Pengalaman mastitis yang saya alami dan tindakan insisi yang saya jalani merupakan pengalaman yang tidak akan saya lupakan. Meskipun menghadapi masalah saat menyusui memang sulit, namun dengan dukungan dan pengetahuan yang tepat, kita bisa mengatasi masalah tersebut. Tetaplah menjaga kesehatan payudara dan jangan ragu untuk mencari bantuan jika mengalami masalah saat menyusui. Semoga pengalaman dan saran yang saya bagikan ini bermanfaat bagi para ibu-ibu yang sedang mengalami masalah saat menyusui.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com