Ternyata, istilah ‘lone worker’ atau pekerja tunggal seringkali kita temui dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Banyak pekerja di berbagai sektor yang bekerja sendiri tanpa pengawasan langsung dari atasan di tempat kerja. Istilah ini merujuk pada pekerja yang melakukan aktivitas secara terpisah dari pekerja lain, baik dalam jarak maupun pengawasan. Menurut Health and Safety Executive (HSE), seorang lone worker adalah pekerja yang bekerja sendiri atau melakukan aktivitas yang dilakukan secara terpisah dari pekerja lain tanpa pengawasan langsung atau jarak yang dekat.
Tanda yang paling umum menunjukkan seseorang adalah lone worker adalah ketika mereka bekerja sendiri setiap saat atau sepanjang hari. Tidak peduli apakah mereka adalah pekerja full time, part time, atau kontrak. Mereka dapat ditemukan di berbagai sektor, seperti bengkel, kios, toko, rumah tangga, dan sebagainya. Ada beberapa kategori atau tipe pekerja yang dapat dikategorikan sebagai lone worker, antara lain:
1. Orang yang bekerja di perusahaan tetap di mana hanya ada satu orang yang bekerja di tempat tersebut. Contohnya adalah pekerja bengkel, pekerja kios, pekerja toko, pekerja rumahan, dan sebagainya.
2. Orang yang bekerja secara terpisah dari orang lain. Misalnya pekerja pabrik, gudang, tempat penelitian dan pelatihan, pusat rekreasi, dan pekan raya.
3. Orang yang bekerja di luar jam normal. Contohnya adalah pembersih, petugas keamanan, produksi khusus, staf pemeliharaan atau perbaikan, dan sebagainya.
4. Orang yang bekerja jauh dari basis tetap mereka. Seperti pekerja konstruksi, instalasi pabrik, perbaikan listrik, pekerjaan pemeliharaan dan pembersihan, perbaikan lift, pengecatan dan dekorasi, pemulihan kendaraan, dan sebagainya.
5. Orang yang bekerja di bidang pertanian dan kehutanan.
6. Pekerja layanan. Misalnya pengumpul sewa, staf pos, pekerja sosial, pembantu rumah tangga, perawat distrik, pekerja pengendalian hama, pengemudi, insinyur, arsitek, agen perkebunan, perwakilan penjualan, dan profesional serupa yang mengunjungi tempat domestik dan komersial.
Terlepas dari jenis pekerjaan atau sektor di mana seseorang bekerja, menjadi lone worker memiliki tanggung jawab kesehatan dan keselamatan yang sama seperti pekerja lainnya. Hal ini menjadi semakin relevan sejak pandemi COVID-19 yang terjadi di awal tahun 2020. Banyak pekerja yang harus bekerja dari rumah atau working from home untuk mematuhi protokol kesehatan dan menjaga jarak sosial. Meskipun bekerja sendiri, mereka tetap memiliki tanggung jawab untuk menjaga kesehatan dan keselamatan diri sendiri.
Dalam konteks Indonesia, bekerja sendiri atau menjadi pekerja tunggal adalah hal yang sah dan legal dilakukan. Hingga saat ini, belum ada peraturan K3 yang secara spesifik melarang seseorang bekerja sendirian. Namun, bagi pekerja tunggal yang berada di profesi atau industri khusus yang memerlukan tingkat keselamatan yang lebih tinggi, seperti pengawasan dalam operasi penyelaman atau kendaraan pengangkut bahan peledak, pemberi tugas harus memahami undang-undang khusus tentang keselamatan kerja dan melakukan penilaian risiko penuh. Hal ini penting untuk menentukan apakah seseorang diperbolehkan bekerja sendirian atau tidak.
Pemberi kerja juga memiliki tanggung jawab untuk memastikan pekerja tunggalnya mendapatkan pelatihan dan perlindungan yang relevan dalam menjalankan tugas mereka. Hal ini dapat dilakukan melalui pelatihan khusus, pengawasan yang lebih ketat, dan penyediaan peralatan keselamatan yang sesuai. Selain itu, pemberi kerja juga harus memahami peraturan khusus mengenai lone worker dan secara aktif melakukan upaya untuk memastikan kesejahteraan dan keselamatan pekerja tunggalnya.
Menjadi pekerja tunggal tidaklah mudah. Mereka mungkin menghadapi berbagai jenis risiko dan bahaya yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan mereka. Beberapa risiko yang mungkin dihadapi oleh pekerja tunggal antara lain:
1. Kecelakaan atau keadaan darurat yang timbul dari pekerjaan, seperti tersandung, terpeleset, atau terjatuh. Tidak adanya pengawasan langsung dapat membuat penanganan pertolongan pertama menjadi tidak memadai.
2. Penyakit mendadak yang timbul saat bekerja. Kondisi kesehatan yang tidak terduga dapat mengganggu kelancaran pekerjaan dan mengancam keselamatan pekerja tunggal.
3. Kurangnya fasilitas istirahat, kebersihan, dan kesejahteraan yang memadai. Lone worker mungkin tidak memiliki akses yang sama dengan pekerja lain terhadap fasilitas umum, seperti toilet dan ruang istirahat yang bersih dan nyaman.
4. Serangan fisik atau verbal serta penyalahgunaan yang mungkin terjadi dari anggota masyarakat atau orang yang tidak dikenal. Lone worker seringkali berinteraksi dengan orang asing atau di lingkungan yang tidak familiar, sehingga risiko penyalahgunaan atau serangan dapat meningkat.
Berdasarkan risiko-risiko ini, sangat penting bagi pekerja tunggal untuk memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai dalam menghadapi situasi darurat, serta mematuhi protokol keselamatan yang ditetapkan oleh pemberi kerja. Mereka juga harus berkomunikasi secara teratur dengan atasan atau rekan kerja untuk melaporkan kondisi kerja dan meminta bantuan jika diperlukan.
Dalam menghadapi tantangan sebagai pekerja tunggal, penting bagi pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja itu sendiri untuk bekerja sama dalam menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Pemerintah dapat membuat peraturan yang lebih spesifik mengenai pekerja tunggal, memastikan bahwa hak dan kewajiban mereka terlindungi. Pemberi kerja harus memberikan perhatian khusus terhadap pekerja tunggal, seperti memberikan pelatihan yang relevan dan menyediakan peralatan keselamatan yang sesuai. Sedangkan pekerja tunggal sendiri harus menjaga kesadaran akan risiko dan bahaya yang mungkin mereka hadapi, serta melaporkan setiap insiden atau kejadian yang terjadi kepada pihak yang berwenang.
Dalam kesimpulan, menjadi pekerja tunggal merupakan hal yang umum dijumpai dalam kehidupan dan pekerjaan sehari-hari. Meskipun tidak ada larangan secara spesifik, pemberi kerja dan pekerja tunggal sendiri memiliki tanggung jawab untuk memastikan kesehatan dan keselamatan di tempat kerja. Dalam menghadapi risiko dan bahaya, pekerja tunggal harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang memadai, serta mematuhi protokol keselamatan yang ditetapkan. Dengan kerjasama antara pemerintah, pemberi kerja, dan pekerja tunggal, diharapkan lingkungan kerja yang aman dan sehat dapat tercipta.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com