10 Tanda Suami yang Layak Diceraikan Menurut Islam



Perceraian merupakan suatu perbuatan yang sangat dibenci oleh Allah dalam agama Islam. Allah menghendaki keluarga yang harmonis dan bahagia, serta suami dan istri saling mencintai dan saling mendukung dalam menjalankan peran dan tanggung jawab mereka. Namun, tidak semua pernikahan berjalan sesuai dengan harapan. Ada kalanya suami memiliki sikap dan perilaku yang tidak pantas dipertahankan, sehingga menceraikan suami menjadi pilihan yang lebih baik bagi istri.

Dalam ajaran agama Islam, terdapat beberapa tanda suami yang layak diceraikan. Tanda-tanda ini menunjukkan bahwa suami tidak menjalankan perannya sebagai kepala keluarga dengan baik dan tidak memenuhi kewajiban-kewajibannya terhadap istri. Berikut adalah beberapa tanda suami yang layak diceraikan menurut ajaran Islam.

Pertama, suami yang tidak pernah salat. Salat merupakan salah satu tiang agama dalam Islam dan menjadi kewajiban bagi setiap muslim. Dalam agama Islam, suami memiliki peran sebagai imam dalam keluarga, yang seharusnya menjadi panutan dan teladan bagi istri dan anak-anaknya. Suami yang tidak pernah salat menunjukkan ketidakseriusannya dalam menjalankan ibadah, dan hal ini dapat menjadi sumber bencana bagi rumah tangga. Suami yang tidak menjalankan salat juga tidak memiliki hubungan yang kuat dengan Allah, sehingga sulit bagi istri untuk mempertahankan pernikahan dengan suami seperti ini.

Kedua, suami yang memiliki aqidah yang tidak baik. Aqidah merupakan keyakinan dan kepercayaan seseorang terhadap Allah SWT. Dalam agama Islam, aqidah yang baik sangatlah penting, karena aqidah yang rusak atau tidak baik dapat membuka jalan menuju kekufuran dan dusta kepada Sang Pencipta. Allah melarang perempuan muslim menikah dan mempertahankan pernikahan dengan suami yang memiliki aqidah yang tidak baik. Suami yang memiliki aqidah yang baik akan menjadi teladan yang baik bagi keluarganya, sedangkan suami yang memiliki aqidah yang buruk akan mempengaruhi kehidupan spiritual dan moral keluarga.

Baca Juga:  Tips Mendukung Kesetaraan Gender di Lingkungan Sekolah yang Bisa Diterapkan Tenaga Pengajar

Ketiga, suami yang menelantarkan istri dengan tidak memberikan nafkah. Salah satu kewajiban utama seorang suami adalah memberikan nafkah kepada istri. Nafkah dalam Islam meliputi kebutuhan sandang, pangan, dan papan. Jika suami tidak memenuhi kewajibannya untuk memberikan nafkah kepada istri dan bahkan menelantarkannya, maka suami tersebut melakukan dosa besar dan durhaka terhadap istri. Dalam hadis yang diriwayatkan oleh Muslim, Nabi Muhammad SAW bersabda, “Dan mereka (para istri) mempunyai hak diberi rizki dan pakaian (nafkah) yang diwajibkan atas kamu sekalian (wahai para suami).” Suami yang tidak memberikan nafkah kepada istri menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap kesejahteraan istri dan keluarga, dan hal ini merupakan tanda bahwa suami tersebut layak untuk diceraikan.

Keempat, suami yang memindahkan tanggung jawabnya kepada istri. Dalam ajaran agama Islam, suami memiliki tanggung jawab untuk memberikan nafkah kepada istri dan keluarganya. Suami sebagai kepala keluarga seharusnya bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga dan menjaga kesejahteraan keluarga. Namun, jika suami malah memindahkan tanggung jawabnya kepada istri, ini merupakan tanda bahwa suami tersebut tidak menjalankan peran dan tanggung jawabnya dengan baik. Suami yang tidak bertanggung jawab akan kehilangan kewibawaannya sebagai suami dan dapat membuat istri durhaka pada suaminya. Kondisi ini juga dapat membuat keluarga termasuk dalam golongan yang tidak beruntung.

Kelima, suami yang bersikap fasik. Sebagai imam dalam keluarga, suami seharusnya menjadi contoh dan teladan yang baik bagi keluarganya. Namun, jika suami bersikap fasik, seperti meninggalkan kewajiban sebagai seorang Muslim dan sering melakukan dosa-dosa besar meski sudah diperingatkan berkali-kali, maka istri dibolehkan untuk meminta cerai. Suami yang bersikap fasik tidak akan membawa kebaikan bagi keluarga, melainkan akan membawa dampak negatif dan mempengaruhi kehidupan spiritual dan moral keluarga.

Keenam, suami yang tidak melunasi mahar. Saat akad nikah, suami diwajibkan untuk memberikan mahar kepada istri sebagai pemberian yang penuh kerelaan. Mahar ini merupakan hak istri sepenuhnya, dan suami memiliki kewajiban untuk melunasinya. Jika suami tidak melunasi mahar setelah menikah dan bahkan tidak berniat untuk melunasinya, maka suami tersebut telah melakukan penipuan terhadap istri. Suami yang tidak jujur dan tidak memenuhi janjinya akan mempertanggungjawabkan perbuatannya di akhirat. Oleh karena itu, istri memiliki hak untuk meminta cerai jika suami tidak melunasi mahar yang telah diberikan.

Baca Juga:  Pertimbangan Memilih Sekolah, SD Negeri Atau Swasta, Ya?

Ketujuh, suami yang mengambil kembali mahar yang telah diberikan tanpa izin istri. Mahar yang telah diberikan kepada istri saat menikah menjadi hak istri sepenuhnya. Suami tidak memiliki hak untuk mengambil kembali mahar tersebut tanpa izin dari istri. Jika suami melakukan hal ini, maka perbuatan tersebut termasuk tercela dan sangat tidak disukai oleh Allah SWT. Suami yang mengambil kembali mahar tanpa izin istri menunjukkan ketidakadilan dan ketidakpedulian terhadap hak-hak istri, dan hal ini merupakan tanda bahwa suami tersebut layak diceraikan.

Kedelapan, suami yang tidak memberikan tempat tinggal yang layak. Suami memiliki tanggung jawab untuk memberikan tempat tinggal yang layak bagi istri, meskipun pada akhirnya memutuskan untuk bercerai. Allah SWT berfirman dalam Al Quran Surat Ath-Thalaaq ayat 6, “Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan janganlah menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka.” Suami yang tidak memberikan tempat tinggal yang layak menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap kesejahteraan istri dan keluarga, dan hal ini juga merupakan tanda bahwa suami tersebut tidak pantas dipertahankan.

Kesembilan, suami yang melakukan kekerasan dan merendahkan istri. Dalam ajaran agama Islam, suami dilarang untuk melakukan kekerasan, menyakiti, atau merendahkan istri. Suami juga tidak boleh membanding-bandingkan istri dengan istri orang lain, apalagi menggunakan kata-kata yang merendahkan istri di hadapannya dan di hadapan orang lain. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Janganlah kalian memukul dan janganlah kalian menjelek-jelekkan mereka (istri).” Suami yang melakukan kekerasan fisik atau emosional terhadap istri menunjukkan ketidakadilan dan ketidakpedulian terhadap hak-hak istri, dan hal ini merupakan tanda bahwa suami tersebut layak diceraikan.

Terakhir, suami yang memiliki penghasilan haram. Segala perbuatan haram tentu memiliki konsekuensi dosa yang harus ditanggung dan dipertanggungjawabkan oleh pelakunya. Hal ini juga berlaku bagi suami yang memiliki penghasilan haram. Meskipun penghasilan tersebut digunakan untuk menghidupi keluarga, suami yang memiliki penghasilan haram tetap akan mendapatkan ancaman berat bagi dirinya. Saat istri mengetahui bahwa suami memiliki penghasilan haram, sebaiknya istri mengingatkannya untuk berhenti dan mencari pekerjaan yang terjamin kehalalannya. Jika suami tidak mau dan tetap melanjutkan perbuatan haramnya, maka istri memiliki hak untuk meminta cerai dan suami tersebut tidak layak dipertahankan.

Baca Juga:  Ketika Si Kecil Merebut Mainan Temannya

Dalam Islam, perceraian bukanlah hal yang diinginkan, namun terkadang menjadi solusi terbaik dalam situasi dan kondisi yang tidak memungkinkan untuk bersama. Allah SWT menghendaki kebahagiaan dan keharmonisan dalam rumah tangga, namun jika suami tidak menjalankan perannya dengan baik dan tidak memenuhi kewajibannya terhadap istri, maka menceraikan suami menjadi opsi yang lebih baik bagi istri. Perceraian bukanlah kegagalan, melainkan merupakan langkah untuk mendapatkan kehidupan yang lebih baik dan lebih bahagia.


Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com