Apa itu Upacara Nginjek Tanah? Ini Penjelasannya



Apa itu Upacara Nginjek Tanah? Ini Penjelasannya

Pada artikel ini, kita akan membahas tentang upacara nginjek tanah atau yang juga dikenal sebagai tedak siten. Upacara ini merupakan tradisi adat Jawa yang dilakukan ketika bayi pertama kali belajar jalan atau pada usia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tujuan dari upacara ini adalah untuk mengajarkan anak agar menjadi mandiri dan menunjukkan rasa terima kasih kepada alam yang telah memberikan banyak hal dalam kehidupan manusia.

Apa itu tedak siten?

Tedak siten berasal dari kata ‘tedak’ yang berarti menapakkan kaki atau langkah, dan ‘siten’ yang berarti tanah. Jadi, tedak siten dapat diartikan sebagai turun ke tanah atau mudhun lemah. Upacara ini biasanya dilakukan ketika bayi berusia tujuh atau delapan bulan, yang dalam kalender Jawa setara dengan 245 hari. Jumlah hari ini dihitung berdasarkan hari pasaran Jawa, yaitu Kliwon, Legi, Pahing, Pon, dan Wage.

Pada usia tujuh atau delapan bulan, bayi mulai belajar berdiri dan menjelajahi dunia di sekitarnya. Oleh karena itu, upacara tedak siten diadakan untuk menghormati bumi yang telah memberikan banyak hal dalam kehidupan manusia. Selain itu, upacara ini juga merupakan bentuk pengharapan orang tua agar anak mereka dapat sukses menjalani kehidupan yang penuh dengan rintangan, dengan bimbingan dan dukungan dari orang tua.

Prosesi upacara tedak siten

Upacara tedak siten biasanya dilakukan pada pagi hari, di depan rumah. Beberapa perlengkapan yang disiapkan untuk upacara ini antara lain adalah jadah atau tetel tujuh warna. Jadah ini terbuat dari beras ketan yang dicampur dengan parutan kelapa muda dan garam untuk memberikan rasa gurih. Jadah ini memiliki tujuh warna, yaitu merah, putih, hitam, kuning, biru, jingga, dan ungu.

Baca Juga:  Cuci Tangan untuk Hidup Sehat

Makna yang terkandung dalam jadah ini adalah simbol kehidupan yang akan dilalui oleh bayi sejak lahir hingga dewasa. Sedangkan warna-warna tersebut merupakan gambaran hambatan dan rintangan yang akan dihadapi bayi dalam kehidupan. Warna-warna tersebut disusun mulai dari warna gelap hingga terang, sebagai simbol bahwa seberat apapun masalah yang dihadapi, pasti ada titik terangnya.

Selain itu, dalam upacara tedak siten juga disediakan tumpeng dengan perlengkapannya. Tumpeng adalah hidangan yang terdiri dari sayur kacang panjang, kangkung, dan kecambah yang diberi bumbu kelapa yang telah dikukus atau disangrai. Tumpeng melambangkan permohonan orang tua kepada Tuhan agar bayi kelak menjadi anak yang berguna. Sayur kacang panjang bermakna agar bayi berumur panjang, sayur kangkung bermakna agar bayi sejahtera di mana pun dia berada, kecambah merupakan simbol kesuburan, dan ayam bermakna agar bayi dapat hidup mandiri.

Selain itu, dalam upacara tedak siten juga disiapkan kurungan ayam yang dihiasi dengan janur dan kertas warna-warni. Kurungan ayam ini memiliki makna bahwa bayi akan dihadapkan pada berbagai pilihan pekerjaan di masa depan. Ada juga tangga yang terbuat dari tebu jenis arjuna, yang melambangkan harapan agar bayi memiliki sifat tanggung jawab dan semangat juang seperti Arjuna. Dalam bahasa Jawa, tebu merupakan kependekan dari ‘antebing kalbu’, yang berarti tekad kuat dan hati yang mantap.

Prosesi upacara dimulai dengan membimbing bayi menapaki jadah tujuh warna, sebagai simbol perjalanan hidupnya yang penuh dengan hambatan dan rintangan. Selanjutnya, bayi diarahkan untuk menaiki tangga tebu arjuna, sebagai simbol harapan agar bayi memiliki sifat tanggung jawab dan semangat juang. Setelah itu, bayi dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang telah dihiasi dan di dalamnya terdapat berbagai barang seperti cincin, alat tulis, dan kapas. Bayi dibiarkan memilih salah satu barang tersebut, yang melambangkan kegemaran dan pekerjaan yang akan dijalani di masa dewasa.

Baca Juga:  5 Skincare untuk Usia 40-an, Harga di Bawah Rp100 Ribu!

Setelah itu, ibu bayi menebar beras kuning yang telah dicampur dengan uang logam. Hal ini dilakukan agar bayi memiliki sifat dermawan di masa depan. Terakhir, bayi dimandikan dengan bunga setaman dan diberi baju baru. Hal ini dilakukan agar bayi selalu sehat, membawa nama baik bagi keluarga, hidup dalam keadaan layak, makmur, dan berguna bagi lingkungannya.

Selain perlengkapan tersebut, ibu juga harus menyediakan bubur baro-baro yang terbuat dari bekatul untuk kakek nenek, serta berbagai macam bumbu dapur dan kinangan untuk nenek moyang.

Kesimpulan

Upacara nginjek tanah atau tedak siten adalah tradisi adat Jawa yang dilakukan ketika bayi pertama kali belajar jalan atau pada usia sekitar tujuh atau delapan bulan. Tujuannya adalah untuk mengajarkan anak agar mandiri dan menunjukkan rasa terima kasih kepada alam yang telah memberikan banyak hal dalam kehidupan manusia. Prosesi upacara melibatkan berbagai perlengkapan seperti jadah tujuh warna, tumpeng, kurungan ayam, dan tangga tebu arjuna. Setiap perlengkapan memiliki makna dan simbol yang melambangkan perjalanan hidup bayi hingga dewasa. Dalam upacara ini, ibu juga menyediakan bubur baro-baro dan berbagai macam bumbu dapur sebagai penghormatan kepada kakek nenek dan nenek moyang.

Upacara tedak siten merupakan salah satu bentuk penghormatan terhadap tradisi dan budaya Jawa. Meskipun zaman telah berubah dan modernisasi semakin berkembang, tradisi ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Jawa. Upacara ini juga memiliki nilai-nilai yang penting dalam pembentukan karakter anak, seperti rasa terima kasih, mandiri, tanggung jawab, dan semangat juang. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menjaga dan melestarikan tradisi ini agar dapat terus diwariskan kepada generasi selanjutnya.


Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com