Mengenal Grey Divorce, Penyebab, dan Tips Menghadapinya


Perceraian merupakan suatu hal yang tidak diinginkan dalam kehidupan pasangan suami istri. Bagi banyak orang, pernikahan adalah ikatan yang harus dijaga dan dipertahankan sepanjang hidup. Namun, dalam beberapa kasus, perceraian tidak bisa dihindari. Salah satu jenis perceraian yang semakin populer belakangan ini adalah perceraian ‘grey divorce’.

Apa itu grey divorce? Grey divorce adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fenomena perceraian yang terjadi pada pasangan usia lanjut setelah mereka hidup bersama dalam pernikahan yang panjang. Istilah ini pertama kali digunakan di Amerika Serikat pada tahun 2004, namun tren ini sebenarnya sudah terjadi sekitar 20 tahun sebelumnya. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat perceraian secara keseluruhan di Amerika Serikat telah menurun selama 20 tahun terakhir, tetapi tingkat perceraian pasangan usia di atas 50 tahun justru terus meningkat.

Tren grey divorce tidak hanya terjadi di Amerika Serikat, tetapi juga terjadi di negara-negara lain seperti Jepang, Kanada, Inggris, Australia, dan India. Hal ini menunjukkan bahwa grey divorce merupakan fenomena global yang semakin meningkat. Bahkan, para peneliti memperkirakan bahwa pada tahun 2030, tingkat grey divorce akan meningkat tiga kali lipat.

Lalu, apa saja penyebab terjadinya grey divorce? Ada beberapa alasan umum yang menjadi penyebab terjadinya perceraian pada pasangan usia lanjut. Salah satunya adalah pelecehan. Jika salah satu pihak dalam pernikahan mengalami kekerasan fisik, mental, atau emosional, atau memiliki pasangan yang mengontrol dan merendahkan, maka pasangan yang menderita mungkin memutuskan untuk bercerai.

Selain itu, kecanduan juga bisa menjadi penyebab terjadinya grey divorce. Jika salah satu pasangan bergumul dengan masalah pornografi, alkohol, perjudian, atau penyalahgunaan narkoba, kecanduan mereka dapat menyebabkan konflik dalam pernikahan. Kecanduan tersebut mungkin membuat mereka menghabiskan uang gaji dan tabungan, berbohong, atau mengasingkan pasangannya, yang seringkali dapat menyebabkan frustrasi dan berujung pada perceraian.

Baca Juga:  7 Dokter Anak Ganteng Favorit Pilihan Mommies

Dalam banyak kasus, dorongan untuk mencari kebahagiaan juga menjadi alasan pasangan suami istri usia lanjut memilih untuk bercerai. Di masa lalu, pasangan mungkin merasa terikat untuk tetap bersama meskipun mereka tidak bahagia dalam pernikahan mereka. Namun, dalam era modern ini, orang-orang, terutama wanita, menyadari bahwa mereka juga bisa menemukan kepuasan di luar keluarga dan pernikahan mereka. Ketika hati mulai mendingin dan cinta memudar, mereka tidak lagi merasa perlu bertahan dalam pernikahan yang tidak bahagia.

Selain itu, sindrom ‘sarang’ kosong juga menjadi penyebab umum terjadinya grey divorce. Saat anak-anak tumbuh dewasa dan memiliki kehidupan mereka sendiri, pasangan usia lanjut berjuang untuk kembali terhubung atau beradaptasi dengan kehidupan tanpa anak di rumah. Mereka mungkin menjadi lebih sering bertengkar, menyadari bahwa mereka tidak lagi memiliki banyak kesamaan, atau kehilangan minat pada hal-hal yang sebelumnya mereka sukai. Kondisi ini dapat menyebabkan ketegangan dan perceraian.

Perbedaan pandangan tentang finansial juga sering menjadi penyebab terjadinya grey divorce. Ketidaksepakatan tentang cara membelanjakan uang, berdebat tentang dana investasi yang hilang, atau tidak setuju dengan anggaran liburan dapat menjadi sumber konflik yang sering terjadi dalam pernikahan. Perdebatan yang rutin terjadi dapat membuat salah satu atau kedua belah pihak merasa tidak didengarkan dan tidak dipahami, yang pada akhirnya dapat memicu perceraian.

Selain itu, perubahan dalam kehidupan juga bisa menjadi penyebab terjadinya grey divorce. Seiring bertambahnya usia, orang berubah, dan terkadang hal ini berarti mereka menginginkan hal-hal yang berbeda dalam hidup. Saat pasangan suami istri berusia lanjut mulai mengalami perubahan, mereka mungkin mulai kehilangan minat terhadap satu sama lain.

Tidak jarang, perselingkuhan juga menjadi penyebab terjadinya perceraian pada pasangan usia lanjut. Ketika salah satu pihak secara emosional atau fisik berselingkuh, kepercayaan dalam pernikahan mereka mungkin hilang. Perselingkuhan dapat menyebabkan konflik yang serius dan sulit untuk diatasi, sehingga perceraian menjadi pilihan yang lebih masuk akal bagi pasangan tersebut.

Baca Juga:  16+ Rekomendasi SD Islam di Tangerang dan Tangerang Selatan

Kurangnya keintiman juga dapat menjadi penyebab terjadinya grey divorce. Jika salah satu pihak merasa tidak puas dengan keintiman fisik atau emosional dalam pernikahan, dan pasangannya menolak untuk mencoba atau berkompromi, maka pernikahan tersebut sulit dipertahankan.

Selain itu, perubahan sosial dan pandangan masyarakat yang berbeda tentang perceraian juga dapat mempengaruhi keputusan pasangan usia lanjut untuk bercerai. Saat ini, stigma seputar perceraian telah berkurang secara signifikan. Masyarakat menjadi lebih terbuka dan menerima tentang perceraian, sehingga banyak pasangan usia lanjut yang tidak ragu-ragu lagi untuk mengajukan gugatan cerai jika mereka merasa tidak bahagia dalam pernikahan mereka.

Selain itu, faktor prediktabilitas juga dapat mempengaruhi keputusan pasangan usia lanjut untuk bercerai. Setelah hidup bersama selama bertahun-tahun, hubungan seringkali menjadi monoton dan terasa membosankan. Tidak ada lagi kejutan-kejutan atau tindakan spontan dalam pernikahan tersebut. Kondisi ini dapat membuat pasangan merasa terjebak dalam rutinitas yang membosankan dan stagnan, sehingga meningkatkan keinginan untuk berpisah.

Menghadapi perceraian adalah proses yang sulit, terutama bagi pasangan usia lanjut yang telah hidup bersama dalam pernikahan yang panjang. Namun, ada beberapa saran yang dapat membantu dalam menghadapi perceraian ini.

Pertama, mencari pengacara perceraian yang andal sangat penting. Pengacara yang berpengalaman dapat membantu melindungi masa depan keuangan dan kepentingan Bunda selama proses perceraian. Bunda juga akan diberi tahu mengenai implikasi hukum dan risiko dari setiap keputusan yang dibuat selama proses perceraian.

Kedua, jangan menyendiri. Setelah bercerai, penting bagi Bunda untuk menghabiskan waktu bersama teman atau keluarga yang dapat memberikan dukungan dan kekuatan. Mengisolasi diri setelah perceraian hanya akan membuat proses pemulihan menjadi lebih sulit.

Baca Juga:  Bu, Ini Cara Menghangatkan ASI Agar Tetap Bernutrisi

Ketiga, mencoba hal-hal baru. Setelah perceraian, penting bagi Bunda untuk mencari tahu lagi apa yang membuat mereka bahagia. Mungkin saja ada hobi atau aktivitas yang sudah lama terlupakan. Mencoba hal-hal baru dan mengeksplorasi minat baru dapat membantu Bunda menemukan kembali kebahagiaan mereka.

Terakhir, penting untuk menjaga kesehatan fisik dan mental. Perceraian dapat memengaruhi kesehatan secara emosional, dan Bunda mungkin menghadapi berbagai gejolak emosi setelah perceraian. Penting bagi Bunda untuk mengelola emosi mereka dengan cara yang sehat dan positif, seperti berolahraga secara teratur, mengunjungi spa atau salon, dan bertemu dengan teman-teman yang memberikan dukungan positif.

Dalam menghadapi perceraian, penting bagi Bunda untuk mengingat bahwa hidup harus terus berlanjut. Perceraian mungkin sulit dan menyakitkan, tetapi dengan dukungan yang tepat dan sikap yang positif, Bunda dapat melewati masa sulit ini dan membangun kehidupan yang lebih baik di masa depan.


Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com