Peran Laki-laki sebagai Pencari Nafkah Utama dalam Keluarga
Dalam masyarakat yang patriarkal seperti Indonesia, laki-laki umumnya dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Mereka diharapkan untuk bekerja dan menyediakan kebutuhan ekonomi bagi keluarga mereka. Namun, bagaimana jika ada kondisi di mana sang istri yang harus menjadi pencari nafkah tunggal?
Dulu saat saya kecil, saya pernah mengenal seorang tetangga yang mengalami hal tersebut. Mereka berasal dari Aceh dan memutuskan untuk pindah ke Bandung karena merasa kondisi di sana tidak lagi kondusif dengan adanya Gerakan Aceh Merdeka. Mereka menjual rumah di Aceh dan datang ke Bandung hanya dengan membawa baju serta dua anak perempuan yang masih kecil-kecil.
Setibanya di Bandung, mereka mengontrak rumah dan menjadi tetangga saya. Kehidupan mereka tidaklah mudah. Kedua orang tua berusaha mencari pekerjaan baru, namun ternyata sang istri yang lebih dulu mendapatkan pekerjaan. Bertahun-tahun berlalu, sang ayah tetap belum juga mendapat pekerjaan yang layak. Maka, mereka memutuskan untuk bertukar peran.
Ayah di rumah mengurus rumah dan anak-anak, dari memandikan, membuat sarapan, sampai mengantar sekolah. Sementara itu, ibu bekerja di sebuah perusahaan swasta untuk mencukupi kebutuhan keluarga. Tentu saja, keputusan ini menimbulkan omongan tetangga. Banyak yang bertanya mengapa ayah yang tidak bekerja, kasihan ibu dan anak-anaknya, dan lain sebagainya. Padahal, secara keseluruhan, keluarga ini tampak baik-baik saja dan bahkan berhasil membeli rumah di kompleks yang sama.
Menurut saya, peran dalam keluarga seharusnya merupakan sebuah kesepakatan. Hanya karena di seluruh dunia umumnya laki-laki yang bekerja dan perempuan yang mengurus anak, bukan berarti semua keluarga di dunia harus mengikuti pola tersebut. Yang terpenting adalah adanya penghasilan tetap, baik dari suami maupun istri, dan pembagian peran yang adil. Jika suami yang bekerja, maka istri dapat mengurus rumah dan anak-anak. Namun, jika istri yang bekerja, maka suami harus siap mengurus rumah tangga dan anak-anak. Jangan sampai semua tanggung jawab hanya ditanggung oleh istri sementara suami hanya duduk diam, nongkrong, atau nonton TV.
Masalah ini juga bisa menjadi pemicu keretakan dalam rumah tangga jika sang suami tidak mampu menerima kenyataan dan merasa ego terluka. Seringkali, gaji yang lebih besar yang diterima oleh istri menjadi masalah. Banyak suami yang tidak terima jika gaji istri lebih besar dari gajinya sendiri, apalagi jika istri tidak mendapatkan gaji sama sekali. Hal ini tentu saja mengganggu hubungan dalam rumah tangga.
Saya pernah membahas masalah ini di Instagram story saya, dan ternyata banyak istri yang tidak jujur kepada suami mengenai jumlah gaji yang mereka terima. Mereka takut jika suami merasa terluka atau merasa rendah diri. Sehingga, istri seringkali menyembunyikan jumlah gaji sebenarnya dan hanya memberitahu suami jumlah yang kira-kira dapat diterima oleh suami atau bahkan dengan jumlah yang lebih kecil dari gaji suami.
Bagi para ibu yang berjuang menjadi pencari nafkah tunggal dalam keluarga, saya ingin mengatakan semangat! Anda adalah pahlawan dalam keluarga Anda. Tugas yang Anda emban sangat besar, dan saya yakin Anda mampu menjalankannya dengan baik. Tetapi, saya juga ingin mengingatkan bahwa kesetaraan gender dalam keluarga adalah hal yang penting. Suami juga harus siap untuk mengambil peran dalam mengurus rumah tangga dan anak-anak jika diperlukan. Ini adalah tanggung jawab bersama untuk menciptakan kehidupan yang harmonis dan bahagia dalam keluarga.
Seiring dengan perkembangan zaman, peran laki-laki dan perempuan dalam keluarga semakin bergeser. Banyak perempuan yang berhasil dalam karirnya dan menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Mereka membuktikan bahwa perempuan juga mampu menghasilkan pendapatan yang cukup untuk keluarganya. Namun, tetap saja, perubahan ini tidak serta merta diterima oleh semua orang.
Ada kalanya, perubahan ini menimbulkan ketidaknyamanan dan ketidakharmonisan dalam hubungan suami-istri. Terlebih jika sang suami belum siap untuk menerima perubahan ini. Oleh karena itu, komunikasi yang baik antara suami dan istri sangatlah penting. Mereka harus saling mendukung dan bersedia untuk mengatasi tantangan yang muncul dalam perjalanan hidup bersama.
Selain itu, masalah ekonomi juga harus diatasi dengan bijaksana. Jika sang istri menjadi pencari nafkah tunggal, maka keluarga harus mencari solusi agar kebutuhan ekonomi tetap terpenuhi. Misalnya, sang suami dapat membantu dengan mengurus rumah tangga dan anak-anak sehingga sang istri dapat fokus pada pekerjaannya. Atau, jika sang suami belum mendapatkan pekerjaan, mereka dapat mencari sumber penghasilan lain yang dapat membantu mengurangi beban sang istri.
Tentu saja, menjadi pencari nafkah tunggal bukanlah hal yang mudah. Sang istri mungkin merasa lelah dan stres karena bertanggung jawab atas segala kebutuhan keluarga. Mereka bahkan mungkin harus tetap bertahan di pekerjaan yang tidak membuat mereka bahagia, karena mereka tidak punya pilihan lain. Namun, jika kita melihat lebih dalam, kondisi ini juga bisa terjadi pada sang suami jika ia yang bekerja. Ia juga mungkin merasa stres karena bertanggung jawab atas kehidupan keluarga dan bekerja hanya karena kebutuhan finansial meskipun tidak bahagia.
Kesimpulannya, peran dalam keluarga tidak harus terpaku pada peran gender yang sudah ada sejak lama. Setiap keluarga memiliki dinamika dan kebutuhan yang berbeda. Yang terpenting adalah adanya komunikasi dan kesepahaman antara suami dan istri. Mereka harus saling mendukung dan siap untuk mengambil peran yang diperlukan dalam keluarga. Jangan sampai perbedaan peran ini menjadi pemicu keretakan dalam rumah tangga.
Kita harus menghargai upaya dan pengorbanan yang dilakukan oleh siapa pun yang menjadi pencari nafkah utama dalam keluarga. Mereka adalah pahlawan dalam keluarga mereka. Jadi, bagi para ibu yang berjuang menjadi pencari nafkah tunggal, saya ingin mengatakan semangat! Anda adalah panutan bagi keluarga Anda dan bukti bahwa perempuan juga mampu menghasilkan pendapatan yang cukup. Tetaplah berusaha dan jangan pernah menyerah!
Terakhir, mari kita berkomitmen untuk menciptakan keluarga yang harmonis dan saling mendukung. Marilah kita berjuang bersama untuk menghapus stigma dan prasangka mengenai peran gender dalam keluarga. Setiap orang memiliki potensi dan kemampuan yang berbeda, dan itu tidak tergantung pada jenis kelamin. Mari kita bersama-sama membangun keluarga yang bahagia, di mana suami dan istri saling mendukung dan bekerja sama untuk mencapai kehidupan yang lebih baik.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com