5 Kalimat yang Tidak Boleh Diucapkan Orangtua Saat Anak Menangis


Untuk para orang tua, tolong diingat untuk tidak mengucapkan lima kalimat ini saat anak menangis. Nomor tiga suka nggak disadari orang tua nih kalau sebenarnya tidak baik.

Pernah puyeng mendengar si kecil menangis? You are not alone, mommies! Setiap orang tua pasti punya niat mulia untuk bersikap empatik kepada anak saat menangis. Meski kadang niat mulia tersebut berubah wujud menjadi kebingungan, nggak tahu harus berupaya apa lagi untuk memahami perasaan si kecil, dan berujung pada naiknya level emosi.

Wajar? Tentu. Tapi tetap perlu sabar. Emosi yang memuncak tidak menjadi pembenaran orang tua untuk berkata seenaknya saat anak menangis.

Orang tua perlu memahami dulu bahwa menangis adalah respon alami si kecil terhadap berbagai hal. Mulai dari kebutuhan biologisnya nggak terpenuhi seperti lapar, ngantuk, fisiknya sakit, hingga merasakan emosi yang kuat seperti sedih, marah atau kecewa. Kalau sudah paham, pastinya kita nggak akan berkata seperti ini lagi.

Kalimat Yang Tidak Boleh Diucapkan Saat Anak Menangis

“Begitu aja nangis?!”

Jangan pernah pandang sebelah mata rasa sakit yang dialami anak waktu jatuh saat berlari atau saat naik sepeda. Itu sama saja kita menyepelekan perasaan dan situasi yang ia alami. Tentu saja buat kita nggak sakit, lha wong bukan kita yang jatuh! Ditambah lagi, orang tua punya tubuh jauh lebih besar, lebih kuat, dengan daya tahan terhadap rasa sakit yang lebih tinggi dari anak. Sementara, buat anak yang tubuhnya masih kecil, benturan sedikit saja bisa jadi membuat mereka kesakitan dan menangis. Ingat, jangan gunakan perspektif orang dewasa. Put yourselves in their shoes. Mengatakan: “Wah, kamu jatuh, ya? Sini, mama lihat dan obati, ya, Nak,” tentu akan lebih melegakan buat anak.

“Cengeng banget sih?”

Setelah dewasa atau setelah menjadi ibu pasti kita tetap pernah menangis. Apakah artinya kita cengeng? Nggak, dong! Pasti kita sebal banget kalo dibilang cengeng. Jadi, anak menangis bukan pertanda cengeng, ya! Menangis adalah manifestasi fisiologis dari suatu emosi, dan hal normal yang bisa terjadi pada siapapun. Tak pandang usia, jenis kelamin, fisik dan kepribadian. Jadi, meski tubuh anak bak Rambo pun, tetap berhak untuk menangis. Ketimbang melabeli anak cengeng, lebih baik validasi perasaannya agar emosi si kecil mereda. Dengan begini, ia pun terlatih untuk mengelola perasaannya.

Baca juga: Validasi Perasaan Anak dengan 6 Teknik Ini Untuk Redakan Emosi

“Nih, Mama beliin es krim, jangan nangis lagi, ya.”

Lagi sedih kok disogok camilan? Memang sih, bisa bikin nangisnya cepat berhenti. Tapi, apakah itu melatihnya untuk menghadapi perasaannya? Jika dijadikan kebiasaan, khawatirnya anak mencari pelampiasan untuk menutupi kesedihannya dan mengabaikan perasaannya. Sementara penyebab ia menangis nggak pernah diatasi dengan baik.

Baca Juga:  Normalkah Kondisi Rambut Rontok Setelah Melahirkan?

“Kalau nggak diam juga, Mama tinggal ya!”

Kalimat murka ini bisa bikin anak makin menjerit. Sudahlah sedih, ditambah cemas dan takut pula karena ia menangkap sinyal ancaman ditinggal oleh orang tua. Akhirnya emosi yang dirasakan anak semakin kompleks. Cukup berkata: “Mama temani kamu di sini, sampai nangisnya berhenti, ya.”

“Kamu tuh anak laki-laki, nggak boleh nangis!”

Siapa bilang? Layaknya anak perempuan, anak laki-laki juga bisa sedih dan sensitif. Mereka juga berhak mengekspresikan perasaannya. Kemampuan berbahasa anak masih terbatas. Ia belum bisa menjelaskan isi hatinya secara terstruktur. Sehingga, menangis menjadi salah satu bentuk komunikasi anak kepada orang tua untuk menjelaskan perasaannya. Jadi, buat mommies yang punya anak laki-laki, jangan pernah ucapkan ini kepada mereka, ya. Menangis itu bukan hal yang tabu. Di lain kesempatan, mommies juga bisa tanamkan karakter-karakter seorang laki-laki sejati seperti percaya diri, tangguh, bertanggung jawab. Sehingga ketika anak menangis pun, itu tidak akan mengurangi identitasnya sebagai anak laki-laki.

Baca juga: 8 Hal yang Perlu Diingat Ayah & Ibu Saat Membesarkan Anak

Sekali lagi, penting banget buat orang tua untuk bisa mengerem bicara saat anak menangis. Terkadang, yang ia perlukan hanyalah pelukan dan dampingan hingga tangisnya mereda. Dalam situasi ini, silence indeed a golden.

Baca juga: Orang Tua, Stop Katakan 7 Kalimat Ini Ke Anak

Photo by Arwan Sutanto on Unsplash ZoneAnak menangisShare ArticleSisca ChristinaIbu dua anak yang berprofesi sebagai digital nomad, yang juga suka menulis. Punya prinsip: antara mengasuh anak, bekerja dan melakukan hobi, harus seimbang.

Heading 2: Begitu aja nangis?!

Jangan pernah pandang sebelah mata rasa sakit yang dialami anak waktu jatuh saat berlari atau saat naik sepeda. Itu sama saja kita menyepelekan perasaan dan situasi yang ia alami. Tentu saja buat kita nggak sakit, lha wong bukan kita yang jatuh! Ditambah lagi, orang tua punya tubuh jauh lebih besar, lebih kuat, dengan daya tahan terhadap rasa sakit yang lebih tinggi dari anak. Sementara, buat anak yang tubuhnya masih kecil, benturan sedikit saja bisa jadi membuat mereka kesakitan dan menangis. Ingat, jangan gunakan perspektif orang dewasa. Put yourselves in their shoes. Mengatakan: “Wah, kamu jatuh, ya? Sini, mama lihat dan obati, ya, Nak,” tentu akan lebih melegakan buat anak.

Terkadang, orang tua tanpa sadar mengucapkan kalimat “Begitu aja nangis?!” saat anak menangis. Kalimat ini seolah-olah meremehkan perasaan anak dan situasi yang dialaminya. Padahal, menangis adalah respon alami dari tubuh anak terhadap rasa sakit atau emosi yang dirasakannya. Anak-anak memiliki tubuh yang lebih kecil dan rentan terhadap rasa sakit, sehingga benturan kecil saja bisa membuat mereka menangis. Sebagai orang dewasa, kita harus memahami bahwa apa yang dirasakan anak adalah nyata bagi mereka. Sebaliknya, kita harus memberikan dukungan dan pengertian kepada mereka saat mereka menangis. Mengucapkan kalimat seperti “Wah, kamu jatuh ya? Sini, mama lihat dan obati, ya, Nak,” akan memberikan rasa lega dan nyaman bagi anak.

Baca Juga:  Tips Melatih Bayi Berguling dengan Aman [PENTING!]

Heading 2: Cengeng banget sih?

Setelah dewasa atau setelah menjadi ibu pasti kita tetap pernah menangis. Apakah artinya kita cengeng? Nggak, dong! Pasti kita sebal banget kalo dibilang cengeng. Jadi, anak menangis bukan pertanda cengeng, ya! Menangis adalah manifestasi fisiologis dari suatu emosi, dan hal normal yang bisa terjadi pada siapapun. Tak pandang usia, jenis kelamin, fisik dan kepribadian. Jadi, meski tubuh anak bak Rambo pun, tetap berhak untuk menangis. Ketimbang melabeli anak cengeng, lebih baik validasi perasaannya agar emosi si kecil mereda. Dengan begini, ia pun terlatih untuk mengelola perasaannya.

Ketika anak menangis, seringkali orang tua mengucapkan kalimat “Cengeng banget sih?” sebagai reaksi terhadap tangisannya. Tapi sebenarnya, menangis adalah hal yang normal dan wajar bagi anak-anak. Menangis adalah cara anak untuk mengekspresikan emosinya, dan hal ini tidak berhubungan dengan kecengengan atau kelemahan. Kita sebagai orang dewasa harus memahami bahwa setiap individu memiliki cara yang berbeda untuk mengekspresikan emosinya, termasuk anak-anak. Jadi, daripada mengucapkan kalimat yang meremehkan perasaan anak, lebih baik kita memvalidasi perasaannya dan memberikan dukungan yang mereka butuhkan.

Heading 2: Nih, Mama beliin es krim, jangan nangis lagi, ya.

Lagi sedih kok disogok camilan? Memang sih, bisa bikin nangisnya cepat berhenti. Tapi, apakah itu melatihnya untuk menghadapi perasaannya? Jika dijadikan kebiasaan, khawatirnya anak mencari pelampiasan untuk menutupi kesedihannya dan mengabaikan perasaannya. Sementara penyebab ia menangis nggak pernah diatasi dengan baik.

Sebagai orang tua, kita sering kali tergoda untuk memberikan hadiah atau camilan kepada anak saat mereka menangis. Mungkin kita berpikir bahwa dengan memberikan sesuatu yang mereka sukai, tangis mereka akan berhenti. Tapi sebenarnya, hal ini tidak membantu anak untuk menghadapi dan mengatasi perasaannya. Jika anak terbiasa mencari pelampiasan seperti camilan setiap kali mereka sedih, mereka akan belajar untuk mengabaikan dan menutupi perasaan mereka. Sebagai gantinya, kita harus mencoba untuk menghadapi perasaan anak dengan cara yang lebih baik, seperti mendengarkan mereka dan memberikan dukungan emosional.

Heading 2: Kalau nggak diam juga, Mama tinggal ya!

Kalimat murka ini bisa bikin anak makin menjerit. Sudahlah sedih, ditambah cemas dan takut pula karena ia menangkap sinyal ancaman ditinggal oleh orang tua. Akhirnya emosi yang dirasakan anak semakin kompleks. Cukup berkata: “Mama temani kamu di sini, sampai nangisnya berhenti, ya.”

Saat anak menangis, seringkali orang tua merasa terjebak dalam situasi sulit dan tidak tahu bagaimana cara menghadapinya. Mungkin kita merasa frustasi atau kesal, dan akhirnya mengucapkan kalimat seperti “Kalau nggak diam juga, Mama tinggal ya!” sebagai bentuk ancaman. Tapi sebenarnya, kalimat ini hanya akan membuat anak semakin takut dan bingung. Mereka akan merasa bahwa orang tua tidak mendukung mereka dan meninggalkan mereka saat mereka membutuhkan dukungan. Sebagai gantinya, kita harus mencoba untuk tetap tenang dan memberikan dukungan kepada anak selama mereka menangis. Mengucapkan kalimat seperti “Mama temani kamu di sini, sampai nangisnya berhenti, ya” akan memberikan rasa aman dan nyaman bagi anak.

Baca Juga:  Asah Sensorik Anak dengan Bermain Tanah Liat

Heading 2: Kamu tuh anak laki-laki, nggak boleh nangis!

Siapa bilang? Layaknya anak perempuan, anak laki-laki juga bisa sedih dan sensitif. Mereka juga berhak mengekspresikan perasaannya. Kemampuan berbahasa anak masih terbatas. Ia belum bisa menjelaskan isi hatinya secara terstruktur. Sehingga, menangis menjadi salah satu bentuk komunikasi anak kepada orang tua untuk menjelaskan perasaannya. Jadi, buat mommies yang punya anak laki-laki, jangan pernah ucapkan ini kepada mereka, ya. Menangis itu bukan hal yang tabu. Di lain kesempatan, mommies juga bisa tanamkan karakter-karakter seorang laki-laki sejati seperti percaya diri, tangguh, bertanggung jawab. Sehingga ketika anak menangis pun, itu tidak akan mengurangi identitasnya sebagai anak laki-laki.

Banyak orang tua yang masih memiliki pandangan bahwa anak laki-laki tidak boleh menangis atau menunjukkan emosi. Mereka berpikir bahwa menangis adalah tanda kelemahan atau ketidakmampuan bagi anak laki-laki. Padahal, hal ini tidak benar. Anak laki-laki memiliki hak yang sama untuk mengekspresikan perasaannya seperti anak perempuan. Menangis adalah cara anak untuk mengkomunikasikan perasaannya kepada orang tua, karena kemampuan berbahasa mereka masih terbatas. Sebagai orang tua, kita harus menciptakan lingkungan yang mendukung anak untuk mengekspresikan emosinya dengan bebas, tanpa rasa takut atau malu. Kita juga bisa membantu anak laki-laki untuk mengembangkan karakteristik positif seperti percaya diri, tangguh, dan bertanggung jawab, tanpa menghilangkan hak mereka untuk menangis.

Dalam menghadapi tangisan anak, penting bagi orang tua untuk tetap sabar dan empati. Terkadang, yang anak butuhkan hanyalah pelukan dan dukungan dari orang tua. Dengan menahan diri untuk tidak mengucapkan kalimat yang meremehkan atau mengancam, kita dapat menciptakan ikatan yang lebih kuat dengan anak dan membantu mereka mengatasi perasaan mereka. Sebagai orang tua, kita memiliki peran penting dalam membantu anak mengelola emosinya dan tumbuh menjadi individu yang lebih kuat dan sehat secara emosional.


Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com