Akhirnya Dia Mau Dilepas Juga


Nadira, Sang Pemalu yang Menemukan Keberanian di Sekolah

Sudah menjadi rahasia umum bagi mereka yang mengenal Nadira bahwa ia adalah sosok yang sangat pemalu. Istilah “jago kandang” sangat cocok untuk menggambarkan dirinya. Nadira sangat menyukai menyanyi, menari, dan bercerita tentang apa saja, namun semua itu hanya ia lakukan di depan keluarga terdekatnya. Ketika berada di hadapan orang asing, semangatnya langsung luruh.

Sebagai orangtua, saya sudah siap menghadapi kemungkinan terburuk saat Nadira memasuki sekolah. Dan benar saja, Nadira enggan masuk kelas jika saya atau ART (Asisten Rumah Tangga) tidak menemaninya. Ia juga terus menempel pada saya atau ART di dalam kelas, enggan bersosialisasi dengan teman-teman dan guru-gurunya. Bahkan, ia menangis saat seorang temannya mengajaknya berbicara dan bermain bersama. Tentu saja, situasi ini membuat saya merasa khawatir dan bingung tentang bagaimana cara mengatasi masalah ini.

Selama tiga hari masa orientasi di sekolah, saya harus menahan diri dan bersabar. Memang benar, ada beberapa teman sekelas Nadira yang juga masih membutuhkan kehadiran orangtua atau ART di dalam kelas. Namun, rata-rata dari mereka mau bermain bersama teman-teman yang lain dan tidak terlalu bergantung pada orang terdekat mereka.

Saya pernah nekat mengambil langkah drastis dengan keluar dari kelas saat Nadira melengos. Hasilnya, ia menangis dengan hebat! Meskipun begitu, saya tetap bertahan di luar kelas sampai pelajaran selesai. Dari jendela, saya melihat gurunya menggendong dan menenangkannya. Setelah kelas berakhir, saya masuk kembali dan ia langsung memeluk saya sambil terus menangis.

Para guru memberi saran agar saya menunda program yang mengharuskan Nadira ditinggalkan di dalam kelas karena takut ia mogok sekolah. Menurut mereka, banyak anak murid yang mengalami masalah serupa. Akhirnya, saya memutuskan untuk membiarkan Nadira tetap ditemani di dalam kelas. Namun, setiap malam sebelum tidur, saya selalu memasukkan doa “Semoga Nadira mau masuk kelas bersama Bu Guru dan teman-teman” ke dalam doa saya. Ini merupakan bagian dari metode hypnoparenting yang kami lakukan. Kami juga memiliki ritual berdoa sebelum tidur dengan isi doa sesuai keinginan masing-masing.

Baca Juga:  Kenali Risiko Bayi Lahir dengan Berat Berlebih

Setelah seminggu berlalu, saya melihat perubahan pada Nadira. Ia mulai bersosialisasi di sekolah. Namun sayangnya, libur Lebaran dimulai dan berlangsung selama hampir sebulan. Setelah liburan selesai, Nadira harus memulai kembali dari awal dalam mengembangkan keterampilan sosialnya di sekolah. Meski begitu, saya tetap optimis bahwa ia akan segera bisa ditinggal di dalam kelas.

Saya juga mendapatkan saran dari seorang tante yang menjadi kepala sekolah di sebuah TK di Jakarta. Menurutnya, kasus anak yang masih ditunggui orangtua di kelas merupakan hal yang lumrah terjadi. “Tidak masalah jika anak playgroup seperti Nadira. Saya memiliki murid yang masih ditemani ibunya di kelas sampai mereka mencapai tingkat SD,” kata tante.

Menurut tante, kunci untuk mengatasi masalah ini adalah ketegasan orangtua dan kerjasama yang baik dengan guru anak. Ia mengatakan bahwa kebanyakan ibu tidak tega meninggalkan anak yang menangis di dalam kelas, sehingga anak-anak tersebut terus menempel pada orangtua mereka. Padahal, sebenarnya mereka bisa diberikan kebebasan selama ada kerjasama dengan guru. Selain itu, tante juga menyarankan untuk menentukan target waktu kapan anak bisa melepaskan diri dari orangtua di dalam kelas.

Saran dari tante membuat saya merenung. Sebagai orangtua, saya memang memiliki sifat yang tega, karena saya ingin Nadira menjadi mandiri dan tidak tergantung pada siapapun. Saya juga pernah membaca sebuah buku tentang parenting yang menyebutkan bahwa orangtua harus menegaskan posisi mereka sebagai sosok yang memiliki kekuasaan. Hal ini bukan berarti otoriter, tetapi metode ini penting dalam membesarkan anak. Jika posisinya terbalik, orangtua tidak akan mampu mengasuh dan mengendalikan anak mereka dengan baik.

Saya sendiri telah merasakan manfaat dari metode ini. Mulai dari proses menyapih hingga toilet training, semuanya bisa saya lalui dengan cepat dan tanpa banyak drama karena saya berusaha untuk tegas. Meski secara dalam hati saya juga merasa sedih melihat Nadira menangis selama proses menyapih dulu.

Baca Juga:  Belajar Menjadi “Dokter” untuk si Kecil

Oleh karena itu, saya merasa perlu memperkuat kerjasama dengan guru Nadira. Meskipun saya bekerja, saya selalu berusaha mengantar Nadira ke sekolah dan berbincang-bincang sejenak dengan gurunya untuk mengetahui perkembangan Nadira. Jika tidak sempat mengantar, saya tetap bertanya pada gurunya melalui pesan atau telepon. Melalui hal ini, saya memberikan sinyal bahwa saya percaya pada guru untuk mendidik anak saya di sekolah dan bersedia bekerja sama dalam melatih kemandirian Nadira. Kami juga menetapkan batas waktu, kapan Nadira harus bisa masuk ke dalam kelas sendiri.

Alhamdulillah, setelah hampir tiga bulan bersekolah, Nadira akhirnya mau masuk kelas sendiri tanpa ditemani. Semua ini terjadi tanpa paksaan. Tak ada lagi air mata atau drama seperti di sinetron setiap hari.

Setiap kali saya mengantarnya ke sekolah, saya selalu mengingatkan Nadira, “Nanti di kelas, kamu akan bersama Bu Guru dan teman-teman, ya. Ibu atau Mbak di luar.” Biasanya, ia hanya mengangguk. Namun, jika mood-nya sedang buruk, ia meminta untuk ditemani sampai ia duduk di kelas, lalu saya atau ART langsung keluar. Bahkan, beberapa waktu lalu saat saya libur dan sempat menunggu di sekolah, ia berkata, “Ibu, nanti tunggu di luar saja, ya.” Saya terkejut dan senang melihat perkembangan ini.

Memang, ia masih meminta kehadiran saya atau ART di sekitar lingkungan sekolah, namun saya berharap dalam waktu dekat, saya dan ART bisa keluar dari lingkungan sekolah selama Nadira berada di dalam kelas. Hal ini akan memberikan waktu luang bagi saya untuk mencari sarapan atau pergi ke salon untuk creambath. Sebuah waktu yang sangat berharga bagi seorang ibu yang bekerja.

Baca Juga:  Etika Makan Siang untuk Para Pekerja, Idealnya Harus Seperti Apa?

Kesimpulannya, Nadira telah menemukan keberaniannya di sekolah. Dengan kerjasama yang baik antara saya, guru, dan lingkungan sekolah, Nadira berhasil mengatasi rasa malu dan ketakutannya. Melalui ketegasan dan kepercayaan kepada guru, Nadira dapat tumbuh menjadi pribadi yang mandiri. Saya sangat bersyukur atas perkembangan yang ia tunjukkan selama ini. Semoga keberanian dan kepercayaan dirinya terus berkembang sehingga ia dapat menghadapi tantangan di masa depan dengan lebih baik.


Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com