Pada tulisan ini, kita akan membahas tentang pengasuhan anak yang memiliki sifat strong willed atau berkeinginan keras. Mungkin sebagai orang tua, kita sering merasa pusing dan frustasi dalam menghadapi anak yang sulit untuk diatur dan tidak mau taat pada peraturan yang telah ditetapkan. Namun, sebelum kita menyalahkan anak atau merasa bahwa ada yang salah dengan cara kita mengasuh, sebaiknya kita mencoba untuk memahami pribadi anak yang sebenarnya di balik sifat strong willed tersebut.
Anak dengan sifat berkeinginan keras seringkali mendapatkan label negatif seperti keras kepala, pembangkang, sulit diatur, dan tidak mau taat pada aturan. Padahal, jika kita melihat dari perspektif yang positif, mereka memiliki sifat pantang menyerah, daya juang yang tinggi, dan jiwa yang pemberani. Mereka juga sering disebut memiliki jiwa pemimpin. Dalam mengasuh anak yang memiliki sifat seperti ini, kita perlu memahami bahwa mereka memiliki karakteristik yang berbeda dengan anak-anak lainnya.
Salah satu kesalahan yang sering dilakukan oleh orang tua dalam mengasuh anak strong willed adalah terlalu banyak memberikan perintah daripada memberikan pilihan kepada anak. Kami sering menganggap kepatuhan sebagai hal yang paling penting, namun hal ini membuat hubungan antara orang tua dan anak menjadi sebatas pemberi perintah dan pelaksana perintah. Anak yang memiliki sifat berkeinginan keras akan melakukan sesuatu bukan atas dasar tanggung jawab dan kesadaran mereka sendiri. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mulai menawarkan pilihan kepada anak, sehingga mereka merasa bertanggung jawab atas pilihannya sendiri.
Selain itu, menghujani anak dengan omelan juga seringkali memperburuk keadaan. Alih-alih membuat anak menjadi lebih patuh, omelan yang terus-menerus justru membuat mereka semakin membantah. Anak dengan sifat strong willed tidak suka dipaksa untuk tunduk pada kehendak orang lain. Ketika orang tua emosi, mereka tidak sempat melihat potensi anak dan gagal untuk mengarahkan anak serta melihat keinginan mereka. Oleh karena itu, penting untuk menjaga emosi kita dan menghentikan omelan ketika mulai merasa jengkel, serta kembali ketika emosi kita sudah mereda.
Orang tua juga seringkali lupa bahwa anak dengan sifat berkeinginan keras lebih senang diajak kerja sama atau berkompromi daripada diperintah langsung. Ketika anak menolak atau membantah, orang tua seringkali lupa untuk mengakomodir kebutuhan anak untuk berkompromi dan didengar. Padahal, sedikit berkompromi tidak akan berakibat jelek bagi anak, malah kemampuan komunikasi dan negosiasinya akan lebih terasah.
Selanjutnya, seringkali kita mencap anak dengan sifat strong willed sebagai pembangkang. Fokus pada sisi negatif dari sifat tersebut akan membuat kita gagal melihat sifat pantang menyerah, daya juang tinggi, dan jiwa berani yang dimiliki oleh anak. Oleh karena itu, penting untuk mengubah cara kita dalam memberikan pujian atau kritik kepada anak. Sebagai contoh, daripada mengatakan “Dasar keras kepala!”, kita bisa mengatakan “Wah, kamu memang pantang menyerah, ya!”. Hal ini akan membuat anak merasa lebih dihargai dan membangun kepercayaan diri mereka.
Kesalahan lain yang sering dilakukan oleh orang tua adalah lupa untuk bertanya apa keinginan anak. Anak dengan sifat strong willed memiliki kemauan, pilihan, dan caranya sendiri dalam melakukan sesuatu. Namun, orang tua seringkali memaksakan kehendak mereka sendiri karena merasa bahwa mereka tahu yang terbaik untuk anak. Hal ini membuat anak merasa bahwa mereka selalu menuruti keinginan orang tua dan orang tua tidak pernah menuruti keinginan mereka. Oleh karena itu, penting untuk mendengarkan pendapat anak, menunjukkan empati, dan mencoba memahami alasan dari keinginan mereka.
Tak konsisten dalam menerapkan rutinitas dan aturan juga seringkali menjadi kesalahan yang dilakukan oleh orang tua. Rutinitas dan aturan memiliki fungsi untuk membantu anak hidup tertib. Namun, jika aturan tidak diterapkan secara konsisten, anak akan melihat celah dari kelemahan aturan tersebut dan bertindak sesuai dengan keinginannya sendiri.
Terakhir, hukuman seringkali dijadikan orang tua sebagai jalan pintas untuk mendisiplinkan anak dengan sifat strong willed. Namun, dengan cara ini, anak akan membangkang lagi di kemudian hari dan orang tua akan menghukum lagi. Hal ini akan membentuk lingkaran setan dan membuat hubungan dengan anak semakin rusak. Sebaliknya, jika orang tua membangun hubungan yang baik dengan anak, mereka akan merasa terkoneksi dan bersedia untuk mengikuti arahan orang tua, bukan mempertahankan kehendak mereka sendiri.
Menghadapi anak dengan sifat strong willed memang membutuhkan kesabaran dan keterampilan komunikasi yang baik. Namun, selama kita mau mengubah cara berkomunikasi dengan anak, tegas dalam menerapkan aturan, menghentikan pertengkaran, mampu menenangkan diri, dan membangun relasi yang baik dengan anak, maka kita dapat memiliki komunikasi yang efektif dan hubungan yang mesra dengan anak strong willed, tanpa perlu adu otot.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com