Gugat Cerai Pasangan Di Saat Sakit. Bagaimana Hukumnya?

Tujuan perkawinan di mata hukum

Perkawinan merupakan suatu ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri. Tujuan dari perkawinan sendiri adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini diatur dalam Pasal 1 Undang-Undang 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Dalam kehidupan berumah tangga, suami dan istri saling mendukung dan melengkapi satu sama lain agar dapat mengembangkan kepribadian dan mencapai kesejahteraan baik secara spiritual maupun materiil.

Alasan gugat cerai menurut hukum

Perceraian tidak hanya terjadi karena konflik yang berkepanjangan antara suami dan istri. Perceraian seringkali dianggap sebagai upaya terakhir dalam menyelesaikan konflik yang ada. Namun, dalam UU Perkawinan juga diatur bahwa ada beberapa kondisi di mana seseorang dapat mengajukan gugatan cerai tanpa harus melalui konflik yang berkepanjangan. Beberapa alasan yang memperbolehkan seseorang menggugat cerai pasangannya menurut UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974 antara lain:

1. Salah satu pihak melakukan perbuatan zina, menjadi penjudi, pemabuk, pemadat, atau melakukan hal lain yang sukar disembuhkan.
2. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin dan alasan yang sah.
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara minimal 5 tahun setelah perkawinan berlangsung.
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami/isteri.
6. Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran yang tidak dapat diselesaikan.
7. Suami melanggar syarat taklik-talak.
8. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan ketidakrukunan dalam rumah tangga.

Dalam konteks pertanyaan apakah seseorang dapat menceraikan pasangannya saat sedang sakit, hal ini bisa dilihat pada alasan ke-5 di atas, yaitu jika salah satu pihak mengalami cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. Namun, dalam hal ini perlu dipertimbangkan dengan matang karena bercerai tentu memiliki banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Baca Juga:  Bu, Ini Cara Menghangatkan ASI Agar Tetap Bernutrisi

Gugat cerai karena sakit di hukum Islam

Dalam agama Islam, perceraian juga diperbolehkan meskipun sangat tidak disukai. Dalam Islam, salah satu alasan yang memperbolehkan perceraian adalah jika salah satu pihak, baik suami atau istri, menderita sakit jiwa yang menghalangi mereka untuk melaksanakan kewajiban sebagai suami atau istri. Namun, perlu ditekankan bahwa sakit jiwa yang dimaksud adalah sakit jiwa yang parah dan tidak dapat disembuhkan atau membutuhkan waktu yang sangat lama.

Selain itu, dalam Islam juga diperbolehkan bagi seorang istri untuk mengajukan permohonan talak atau fasakh nikah jika suaminya mengalami cacat fisik seperti impoten dan telah menunggu selama satu tahun. Hal ini diatur dalam fatwa yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia.

Namun, dalam hal ini juga perlu berkonsultasi dengan ahlinya, seperti ahli agama, pengacara, atau konsultan perkawinan untuk mendapatkan nasihat yang tepat. Karena setiap kasus perceraian memiliki keunikan tersendiri, dan yang paling tahu apa yang terjadi dalam hubungan suami istri adalah mereka sendiri.

Dalam kesimpulan, dalam hukum Indonesia maupun hukum Islam, ada beberapa alasan yang memperbolehkan seseorang menggugat cerai pasangannya. Dalam kondisi sakit, hal ini dapat dipertimbangkan jika sakit yang dialami sangat parah dan menghalangi seseorang untuk menjalankan kewajibannya sebagai suami atau istri. Namun, keputusan untuk menceraikan pasangan haruslah dipertimbangkan dengan matang dan berkonsultasi dengan ahlinya agar dapat mengambil keputusan yang terbaik bagi kedua belah pihak.


Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com