Baby Led Weaning (BLW) adalah metode pemberian makan yang sedang ramai dibicarakan saat ini. Banyak orangtua yang tertarik untuk mencoba metode ini untuk memberikan makanan kepada anak mereka. Namun, sebelum kita membahas lebih lanjut tentang BLW, ada baiknya kita memahami terlebih dahulu apa itu BLW dan bagaimana metode ini dilakukan.
BLW adalah metode pemberian makan yang membiarkan bayi memimpin seluruh proses, menggunakan naluri, dan kemampuan mereka dalam hal menangani makanan. Dalam metode ini, bayi dibiarkan mengeksplorasi makanannya, termasuk memutuskan sendiri seberapa banyak yang akan ia makan. Tidak ada aktivitas suap-menyuap seperti pada metode pemberian makanan konvensional. Makanan yang diberikan pada bayi dalam metode BLW tidak berupa bubur atau puree, melainkan langsung dalam bentuk finger food yang dapat dipegang oleh tangan bayi.
Pada metode pemberian makanan konvensional, bayi diperkenalkan dengan makanan lunak terlebih dahulu, kemudian perlahan-lahan teksturnya dinaikkan tingkat kekasarannya. Sedangkan pada metode BLW, bayi diberikan potongan makanan lunak dalam bentuk dan ukuran yang dapat ia pegang sendiri. Bayi juga yang menentukan mulai berapa banyak yang ia makan sampai berapa lama waktu makannya.
Ada beberapa alasan mengapa metode BLW diperkenalkan di negara maju seperti Amerika Serikat dan Inggris. Pertama, karena di negara-negara tersebut mulai ada tren pemberian makanan pendamping air susu ibu (MPASI) sebelum usia 6 bulan. Dengan metode BLW, diharapkan orangtua dapat menunda pemberian MPASI dan memberikan waktu yang lebih lama bagi bayi untuk eksklusif menyusui. Selain itu, angka obesitas pada anak-anak juga mulai meningkat. Metode BLW dianggap dapat melatih self-control anak untuk menentukan jumlah makanan yang dibutuhkan. Alasan lain BLW dianggap dapat membuat anak lebih dekat dengan keluarga dan membuat proses makan lebih menyenangkan sehingga diharapkan kelak anak tidak sulit makan.
Namun, sebelum kita sepenuhnya memutuskan untuk mengadopsi metode BLW ini, ada baiknya kita menelaah lebih lanjut mengenai beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam metode ini. Pertama, soal jenis makanan yang diberikan pada bayi. Salah satu syarat MPASI yang baik menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah mencukupi kebutuhan anak, tidak hanya makronutrien tapi juga mikronutrien, termasuk zat besi. Pada metode BLW, makanan yang diberikan pada bayi adalah finger food seperti potongan wortel, kentang, brokoli, dan sejenisnya.
Namun, jika kita menghitung kebutuhan energi dan zat besi bayi berdasarkan makanan finger food yang diberikan pada metode BLW, ternyata kebutuhan energi dan zat besi bayi tidak tercukupi. Seorang anak laki-laki berusia 6 bulan dengan berat 7 kg memiliki kebutuhan energi sebesar 770 kkal dan zat besi sebesar 11 mg per hari. Jika bayi diberikan makan 3 kali sehari berupa potongan kentang, brokoli, dan wortel kukus, maka energi yang tercukupi hanya sebesar 108,8 kkal dan zat besi yang tercukupi hanya sebesar 1,2 mg. Terlihat jelas bahwa kebutuhan energi dan zat besi bayi tidak tercukupi hanya dengan metode BLW ini.
Selain itu, ada juga faktor lain yang perlu diperhatikan dalam metode BLW ini, yaitu tekstur makanan. Pemberian makanan dalam tekstur lunak pertama kali diberikan pada bayi karena pada usia 4-7 bulan, bayi baru dapat memutar lidah atas dan bawah untuk “mengambil” makanan dari sendok saat makan, menggerakkan lidah ke atas dan bawah, serta menelan makanan semi-solid alias lunak tanpa tersedak. Baru saat bayi berusia 8 bulan, rahang bayi mulai dapat bergerak ke atas dan ke bawah secara berulang untuk mengunyah. Oleh karena itu, pemberian finger food sebaiknya dilakukan saat bayi berusia 8 bulan ke atas, setelah kemampuan oromotorik bayi sudah siap.
Berdasarkan pertimbangan ini, IDAI (Ikatan Dokter Anak Indonesia) merekomendasikan metode pemberian makanan yang responsif (responsive feeding) sebagai metode yang lebih baik daripada BLW. Responsive feeding merupakan metode pemberian makan yang melibatkan orangtua secara langsung dalam memberikan makan pada bayi, namun tetap sensitif terhadap tanda lapar dan kenyang yang ditunjukkan oleh anak. Selain itu, metode ini juga mendorong anak untuk makan dengan perlahan, tanpa paksaan. Jika anak menolak makanan, orangtua dianjurkan untuk bereksperimen dengan kombinasi makanan yang berbeda rasa atau tekstur. Distraksi saat makan juga sebaiknya diminimalisir, dan waktu makan dijadikan sebagai momen belajar dan menunjukkan kasih sayang dengan berbicara pada anak dan menjaga kontak mata.
Untuk bayi yang berusia 6 bulan, jenis makanan yang diberikan sebaiknya dimulai dengan bubur halus yang cukup kental, kemudian ditingkatkan kekasarannya secara bertahap. Setelah bayi berusia 8-9 bulan, bisa diberikan makanan yang dicincang halus atau disaring kasar, kemudian ditingkatkan kekasarannya sampai bayi dapat mengambil makanan dengan tangan (finger foods). Ketika bayi berusia setahun, makanannya dapat disamakan dengan makanan keluarga.
Jadi, sebenarnya boleh atau tidak sih metode BLW ini? Menurut saya pribadi, boleh-boleh saja mencoba metode ini, namun sebaiknya dikombinasikan dengan metode konvensional. Pada usia 6 bulan, tetap berikan MPASI bertahap dan disuapi. Metode BLW bisa dicoba saat anak berusia 8-9 bulan pada saat snack time. Misalnya, saat anak berusia 9 bulan, makanannya berupa nasi tim dengan ayam dan sayuran. Makanan ini tetap diberikan dengan cara disuapi. Namun, saat snack time, berikan anak finger food dan biarkan ia makan sendiri. Dengan demikian, kita tetap memberikan makanan yang berkualitas dan memastikan bahwa kebutuhan nutrisi anak tercukupi.
Namun, perlu diingat bahwa metode BLW ini pertama kali digunakan di negara maju. Kondisi di negara maju belum tentu sama dengan kondisi di Indonesia. Di Indonesia, masih terdapat masalah kesehatan anak seperti potensi kematian bayi dan balita akibat malnutrisi, angka stunting yang tinggi, dan angka anemia defisiensi besi yang juga tinggi. Oleh karena itu, sebelum memutuskan untuk mengadopsi metode BLW ini, sangat penting bagi orangtua untuk mencari informasi yang valid dan berdasarkan bukti ilmiah (evidence-based) mengenai metode ini.
Kesimpulannya, metode BLW bisa menjadi alternatif pemberian makanan kepada bayi, namun sebaiknya dikombinasikan dengan metode konvensional. Perlu diperhatikan jenis makanan yang diberikan, tekstur makanan, serta kebutuhan nutrisi bayi yang harus tercukupi. IDAI merekomendasikan metode responsif sebagai metode yang lebih baik daripada BLW. Sebagai orangtua, kita harus selalu mencari informasi yang valid dan berdasarkan bukti ilmiah sebelum memutuskan metode pemberian makanan yang terbaik untuk anak kita. Semoga tulisan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih baik tentang BLW dan metode pemberian makanan pada bayi.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com