Pentingnya Masa Peka dalam Belajar Membaca
Dalam pengalaman saya mengajar Aidan di TK A, saya menyadari bahwa setiap anak memiliki masa peka yang berbeda dalam belajar membaca. Meskipun Aidan belum terlalu lancar membaca pada awalnya, namun dengan pendekatan yang tepat dan dukungan yang baik dari sekolah, ia akhirnya mulai menunjukkan kemajuan yang signifikan dalam kemampuan membaca.
Sekolah tempat Aidan bersekolah memiliki pendekatan yang ideal dalam pengajaran membaca. Mereka tidak memaksa anak-anak untuk belajar membaca jika masa pekanya belum tiba. Mereka memahami bahwa setiap anak memiliki perkembangan yang berbeda, dan belajar membaca seharusnya tidak menjadi beban bagi anak-anak. Pendekatan yang dilakukan adalah dengan menstimulasi anak-anak agar masa peka mereka untuk belajar membaca muncul. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah kegiatan bercerita. Setiap hari, satu anak dipilih untuk menceritakan sesuatu, baik itu dari buku, foto, atau gambar. Meskipun pada awalnya anak-anak hanya bisa “membaca gambar” karena belum bisa membaca, tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk membuat anak-anak menyukai buku dan bercerita. Selain itu, anak-anak juga diperkenalkan dengan tulisan nama mereka sendiri. Nama mereka ditulis di absen kelas, kantong perlengkapan mereka, dan barang-barang di kelas. Hal ini bertujuan untuk membantu anak-anak mengenal tulisan nama mereka sendiri. Di rumah, saya juga mencoba memperkenalkan huruf-huruf dalam nama Aidan. Namun, saya tidak pernah melampaui tahap ini.
Namun, suatu hari Aidan meminta untuk dibelikan buku belajar membaca seperti yang ada di sekolah. Ternyata, di sekolah Aidan sudah mulai dikenalkan dengan pembelajaran membaca. Awalnya, saya agak ragu karena Aira pernah mengalami kesulitan belajar membaca hingga menangis. Namun, setelah melihat rapor semester Aidan, saya terkejut mengetahui bahwa ia sudah mulai bisa membaca. Saya tidak menyadari kemampuannya ini sebelumnya. Dalam buku belajar tersebut, terdapat nama-nama setiap anak yang menandakan sampai di halaman mana mereka sudah membaca. Setiap anak memiliki kemajuan yang berbeda-beda, tergantung pada masa peka mereka. Bu Guru menyarankan agar Aidan terus belajar di rumah menggunakan buku yang sama. Jadi, kami melanjutkan pembelajaran membaca di rumah dengan mengikuti halaman-halaman yang telah ia pelajari di sekolah. Kami hanya belajar sebentar setiap kali, tidak terlalu lama. Jika Aidan tidak ingin belajar, maka kami menghormati keinginannya.
Saya memutuskan untuk membeli buku yang sama dengan yang ada di sekolah, yang disebut buku “abacaga”. Ternyata, buku ini sangat mudah digunakan untuk belajar membaca, atau mungkin karena Aidan sudah tertarik sehingga proses belajar membacanya menjadi lebih mudah. Setiap malam, saya menanyakan kepada Aidan sampai halaman berapa ia telah membaca di sekolah, kemudian kami melanjutkan ke halaman berikutnya di buku tersebut. Kami tidak pernah belajar lebih dari 2 halaman setiap kali. Kadang-kadang, Aidan yang meminta untuk membawa buku abacaga sebelum tidur, sementara saya kadang malas (saya adalah seorang ibu pemalas, yang tidak seharusnya ditiru). Sampai pertengahan semester berikutnya, Bu Guru mengatakan bahwa Aidan sudah bisa mencoba langsung membaca buku cerita. Tidak perlu menunggu buku abacaga selesai, karena Aidan sudah memiliki dasar yang kuat dalam membaca. Bahkan, ia sudah bisa membaca kata-kata yang sulit seperti “ng” atau “ny”. Saya mencoba membacakan buku cerita anak-anak kepada Aidan, namun kebanyakan buku tersebut terlalu panjang sehingga Aidan cepat merasa bosan. Akhirnya, saya memutuskan untuk membeli buku cerita Gafa. Saya tidak memasukkan Aidan ke dalam les baca di Gafa, hanya membeli buku-bukunya saja. Buku-buku cerita ini sangat cocok untuk belajar membaca. Mereka dimulai dengan kosakata yang mudah dan kalimat yang pendek, dan semakin sulit seiring dengan kemajuan pembacaan. Aidan sangat senang dengan buku ini, ia merasa bahwa ia sudah bisa membaca buku dengan sendirinya, meskipun bukunya sangat pendek. Yang penting, anak itu merasa bangga dan senang dalam belajar membaca.
Dengan demikian, pada awal TK B, Aidan sudah mulai lancar membaca dan ia sangat senang dengan proses belajar membacanya. Dari pengalaman ini, kesimpulan saya tetap sama, yaitu belajar membaca tidak perlu melalui les. Jangan khawatir jika anak kita belum lancar membaca di TK, karena setiap anak memiliki masa peka yang berbeda. Pada waktunya, anak-anak pasti akan bisa membaca. Yang penting adalah tidak memaksakan anak untuk belajar membaca, karena hal ini justru dapat membuat mereka tidak menyukai membaca. Bagi saya, yang terpenting bukanlah seberapa dini anak bisa membaca, tetapi apakah mereka menyukai membaca atau tidak. Kemampuan membaca yang baik akan sangat membantu mereka dalam proses belajar di masa depan. Oleh karena itu, mari kita berusaha untuk membuat anak-anak kita menyukai membaca sejak dini.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com