Kenali Gejala Difteri pada Anak-anak

Kenali Gejala Difteri pada Anak-anak

Difteri adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Corynebacterium diptheriae. Penyakit ini dapat menyerang kulit, tenggorokan, dan selaput lendir di hidung. Gejala difteri sering kali keliru dianggap sebagai gejala flu karena gejalanya yang mirip. Namun, sebenarnya difteri merupakan penyakit yang lebih serius dan berpotensi membahayakan nyawa. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk mengenali gejala difteri pada anak-anak agar dapat segera melakukan pengobatan yang tepat.

Gejala Difteri

Gejala difteri umumnya muncul setelah 2-5 hari sejak terinfeksi bakteri penyebab difteri. Beberapa gejala yang dapat muncul antara lain:

1. Demam dan menggigil: Anak yang terinfeksi difteri biasanya akan mengalami demam dan menggigil. Suhu tubuh anak akan meningkat di atas suhu normal.

2. Napas cepat atau sulit bernapas: Difteri dapat menyebabkan gangguan pada saluran pernapasan anak sehingga anak mungkin akan mengalami kesulitan bernapas atau napas menjadi cepat.

3. Lapisan tipis berwarna keabuan di tenggorokan dan amandel: Salah satu gejala yang khas dari difteri adalah adanya lapisan tipis berwarna keabuan yang menutupi tenggorokan dan amandel anak. Lapisan ini disebut sebagai pseudomembran.

4. Nyeri tenggorokan: Anak yang terinfeksi difteri akan merasakan nyeri pada tenggorokan.

5. Suara serak: Difteri dapat menyebabkan suara anak menjadi serak atau terdengar berbeda dari biasanya.

6. Kelenjar getah bening membengkak: Difteri dapat menyebabkan pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher anak.

7. Mudah merasa lelah dan lemas: Anak yang terinfeksi difteri akan merasa lelah dan lemas.

8. Bicara melantur: Difteri dapat menyebabkan anak mengalami gangguan bicara dan sulit untuk mengucapkan kata-kata dengan jelas.

9. Gangguan penglihatan: Beberapa anak yang terinfeksi difteri juga dapat mengalami gangguan penglihatan.

10. Batuk keras: Anak dengan difteri mungkin akan mengalami batuk yang keras dan berkepanjangan.

11. Ingus yang awalnya cair tapi dapat bercampur darah: Difteri dapat menyebabkan hidung anak mengeluarkan ingus yang awalnya cair namun kemudian dapat bercampur dengan darah.

12. Merasa tidak nyaman: Anak yang terinfeksi difteri mungkin akan merasa tidak nyaman dan rewel.

13. Jantung berdebar cepat, berkeringat, kulit pucat dan dingin: Difteri dapat mempengaruhi fungsi jantung anak sehingga anak mungkin akan mengalami jantung berdebar cepat, berkeringat, kulit pucat, dan dingin.

Baca Juga:  Tumbuh Tinggi dengan Susu Cokelat Lengkap dengan Protein dan Kalsium

Faktor Risiko Difteri

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terinfeksi difteri. Beberapa faktor risiko tersebut antara lain:

1. Orang tua berusia di atas 60 tahun dan anak-anak berusia di bawah 5 tahun: Orang-orang dengan rentang usia ini memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi difteri.

2. Belum pernah diberi vaksin difteri: Vaksin difteri merupakan cara yang efektif untuk mencegah difteri. Jika seseorang belum pernah mendapatkan vaksin difteri, maka risiko terinfeksi difteri akan meningkat.

3. Memiliki sistem imunitas yang lemah: Sistem imunitas yang lemah dapat membuat seseorang lebih rentan terhadap infeksi bakteri penyebab difteri.

4. Habis berkunjung ke tempat yang kurang terjangkau imunisasi difteri: Beberapa daerah mungkin memiliki akses yang terbatas terhadap imunisasi difteri. Orang-orang yang telah mengunjungi daerah-daerah tersebut memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi difteri.

5. Hidup di lingkungan yang kurang bersih dan sanitasi buruk: Lingkungan yang kurang bersih dan sanitasi yang buruk dapat menjadi tempat berkembang biaknya bakteri penyebab difteri.

6. Tidak menjalani gaya hidup sehat: Gaya hidup yang tidak sehat, seperti kurangnya olahraga dan pola makan yang buruk, dapat melemahkan sistem imunitas dan meningkatkan risiko terinfeksi difteri.

Mengapa Anak-anak Berisiko Terjangkit Difteri?

Anak-anak di bawah usia 5 tahun termasuk dalam kelompok yang berisiko tinggi terjangkit difteri. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor berikut:

1. Bertempat tinggal di lingkungan yang tidak bersih atau padat penduduk: Anak-anak yang tinggal di lingkungan yang tidak bersih atau padat penduduk memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi difteri.

2. Kurang mendapatkan asupan gizi: Anak-anak yang tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup memiliki sistem imunitas yang lebih lemah dan rentan terhadap infeksi.

3. Tidak mendapatkan imunisasi: Imunisasi difteri merupakan cara yang efektif untuk mencegah difteri. Jika anak tidak mendapatkan imunisasi difteri, maka risiko terinfeksi difteri akan meningkat.

4. Memiliki daya tahan tubuh yang masih belum berkembang sempurna: Anak-anak di bawah usia 5 tahun masih dalam tahap perkembangan sistem imunitasnya. Oleh karena itu, mereka memiliki daya tahan tubuh yang belum berkembang sempurna sehingga lebih rentan terhadap infeksi.

5. Belum memahami dengan benar tentang kebersihan diri: Anak-anak di bawah usia 5 tahun mungkin belum sepenuhnya memahami pentingnya menjaga kebersihan diri. Hal ini dapat membuat mereka rentan terhadap infeksi, termasuk difteri.

Baca Juga:  Manfaat Psikologi Anak saat Berlibur ke Rumah Nenek

Penyebab Difteri

Difteri disebabkan oleh infeksi bakteri Corynebacterium diptheriae. Bakteri ini dapat menyebar melalui sentuhan dengan luka yang telah terinfeksi, partikel yang terdapat di udara, serta barang pribadi dan perlengkapan rumah tangga yang telah terkontaminasi. Penularan juga dapat terjadi melalui air liur si penderita, misalnya melalui berbagi minuman, makanan, atau peralatan makan dan minum. Kontak fisik yang berhubungan dengan air liur juga dapat menjadi jalur penularan difteri.

Diagnosis Difteri

Untuk mendiagnosis difteri, dokter akan melakukan serangkaian pemeriksaan yang meliputi:

1. Wawancara medis: Dokter akan melakukan wawancara medis untuk mengumpulkan informasi mengenai gejala yang dialami oleh anak dan riwayat penyakitnya.

2. Pengecekan fisik: Dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk melihat adanya pembengkakan pada kelenjar getah bening di leher anak.

3. Pemeriksaan tenggorokan: Dokter akan melihat kondisi tenggorokan anak untuk melihat adanya lapisan abu-abu di tenggorokan atau di tonsil.

4. Pemeriksaan sampel jaringan: Jika diperlukan, dokter dapat mengambil sampel jaringan dari tenggorokan anak untuk diperiksa di laboratorium guna memastikan diagnosis difteri.

Komplikasi Difteri

Jika tidak segera ditangani, difteri dapat menyebabkan beberapa komplikasi yang serius. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain:

1. Polineuropati: Difteri dapat menyebabkan kerusakan pada saraf yang dapat mengakibatkan kelumpuhan atau gangguan fungsi saraf lainnya.

2. Pneumonia: Infeksi bakteri penyebab difteri dapat menyebar ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia.

3. Penutupan saluran napas: Difteri dapat menyebabkan pembengkakan pada saluran napas anak sehingga anak mengalami kesulitan bernapas atau bahkan terjadi penutupan saluran napas.

4. Miokarditis: Difteri dapat menyebabkan kerusakan pada otot jantung dan menyebabkan miokarditis.

5. Difteri hipertoksik: Difteri hipertoksik adalah bentuk yang paling serius dari difteri. Pada kondisi ini, toksin yang dihasilkan oleh bakteri difteri dapat menyebabkan gagal ginjal, pendarahan, dan bahkan kematian.

Pengobatan Difteri

Pengobatan difteri dilakukan oleh dokter dan meliputi beberapa langkah berikut:

1. Memberikan antitoksin difteri: Antitoksin difteri diberikan untuk menangkal racun yang dihasilkan oleh bakteri difteri. Dosis antitoksin diberikan secara bertahap sesuai dengan toleransi tubuh anak untuk menghindari kemungkinan terjadinya reaksi alergi.

Baca Juga:  Praktis! Inilah 4 Resep Olahan Ikan Tuna yang Digemari Si Kecil

2. Memberikan antibiotik: Antibiotik diberikan untuk mengobati infeksi bakteri difteri. Pemberian antibiotik harus diawasi oleh dokter.

3. Pemberian vaksin difteri: Setelah kondisi anak pulih, dokter dapat merekomendasikan pemberian vaksin difteri untuk membangun kekebalan tubuh anak terhadap difteri.

Langkah Mencegah Difteri

Pencegahan difteri adalah langkah yang sangat penting untuk dilakukan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah difteri antara lain:

1. Imunisasi difteri: Imunisasi difteri merupakan cara yang efektif untuk mencegah difteri. Vaksin difteri termasuk dalam vaksin kombinasi DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus). Vaksin ini diberikan sebanyak lima kali pada anak, yaitu pada usia 2, 3, 4, 18 bulan, dan usia 3-6 tahun. Selain itu, vaksin Tdap atau Td juga dapat diberikan pada anak di atas 7 tahun dan wajib diberikan ulang setiap 10 tahun sekali, termasuk pada orang dewasa.

2. Menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan rumah: Menjaga kebersihan tubuh dan lingkungan rumah dapat membantu mencegah penyebaran bakteri penyebab difteri.

3. Menjalani gaya hidup sehat: Gaya hidup sehat, seperti mengonsumsi makanan bergizi, berolahraga secara teratur, dan istirahat yang cukup, dapat memperkuat sistem imunitas dan membantu mencegah infeksi.

4. Mencuci tangan dengan baik: Mencuci tangan sebelum makan, setelah buang air, dan setelah bepergian dapat mengurangi risiko penularan difteri.

5. Tidak berbagi peralatan makan dan kontak fisik dengan penderita: Hindari berbagi peralatan makan dan kontak fisik dengan penderita difteri untuk mencegah penularan.

Dengan mengetahui gejala difteri pada anak-anak dan melakukan langkah-langkah pencegahan yang tepat, kita dapat melindungi mereka dari penyakit yang serius ini. Penting juga bagi kita untuk selalu memperhatikan kesehatan anak-anak kita dan segera mencari bantuan medis jika gejala difteri muncul. Semoga informasi ini bermanfaat bagi kita semua dalam menjaga kesehatan anak-anak kita.

Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com