Melahirkan dan punya anak merupakan momen yang sangat berarti dalam kehidupan seseorang. Namun, seringkali kita tidak menyadari bahwa menjadi seorang ibu juga membawa perubahan besar dalam kehidupan kita. Sebagai ibu, kita sering kali mengorbankan waktu, tenaga, dan perhatian kita untuk anak-anak kita, hingga kadang-kadang kita lupa untuk menjaga diri sendiri.
Saya sendiri mengalami masa baby blues ketika pertama kali memiliki anak. Meskipun saya telah melakukan persiapan yang baik untuk kedatangan bayi saya, seperti mempersiapkan semua perlengkapan bayi yang diperlukan, memiliki asuransi kesehatan, dan bahkan menyimpan nomor telepon ambulans untuk keadaan darurat, namun saya tidak siap secara mental untuk menjadi seorang ibu.
Saya tidak pernah membayangkan bahwa tidur saya akan terganggu karena bayi saya sering mengalami kolik selama berbulan-bulan. Saya juga tidak siap untuk tinggal jauh dari suami saya di Bandung karena kami tidak memiliki asisten rumah tangga di Jakarta. Selain itu, saya tidak siap untuk menghadapi kenyataan bahwa bayi baru lahir bisa mengalami sakit dan masalah lain yang mempengaruhi pikiran saya.
Ternyata, saya tidak sendirian dalam menghadapi perasaan ini. Banyak ibu lain yang mengalami stres yang berlebihan setelah melahirkan, yang dikenal sebagai post partum depression (depresi pasca melahirkan). Kondisi ini sangat berbahaya, karena dapat membahayakan nyawa ibu dan anak.
Namun, apa yang membuat situasi ini semakin memburuk adalah ketidakpedulian lingkungan sekitar terhadap kondisi ini. Seringkali, ibu menjadi sasaran kesalahan dan tuduhan atas apa yang terjadi pada anak-anak mereka. Sebagai contoh, jika bayi terus-terusan menangis, ibu seringkali disalahkan karena dianggap ASI-nya tidak cukup atau tidak baik. Atau jika bayi mengalami demam, ibu akan disalahkan karena minum air es.
Masih banyak lagi contoh-contoh lainnya. Sebenarnya, apakah kita tidak bisa berhenti sejenak membicarakan anak-anak dan mulai memperhatikan kondisi mental dan emosional para ibu?
Sebagai ibu baru, kita seringkali merasa bingung dengan banyak hal. Kita bingung mengapa ASI tidak mengalir dengan lancar, bingung mengapa bayi terus-terusan menangis, atau bingung mengapa bayi tiba-tiba mengalami demam. Dalam situasi ini, kita membutuhkan dukungan dan bukan sindiran.
Selain itu, perubahan hormon dalam tubuh kita juga tidak bisa diabaikan. Meskipun kita semua perempuan dan mengalami perubahan hormon, namun setiap individu memiliki perbedaan dalam menghadapinya. Perhatian dari keluarga yang sebelumnya hanya ditujukan kepada kita, sekarang berpindah sepenuhnya kepada anak-anak kita. Hal ini dapat membuat kita merasa tidak diperhatikan dan memicu stres serta depresi. Ditambah lagi dengan kondisi fisik yang tidak stabil karena kurangnya waktu tidur yang cukup.
Apakah kita bisa memberikan perhatian pada para ibu? Kita dapat bertanya apa yang dapat membantu mengurangi rasa sakit saat menyusui, atau bahkan memberikan pilihan untuk tidak memaksa memberikan susu formula jika ibu merasa kesulitan. Kita juga dapat membantu dengan membelikan makanan kesukaan, menawarkan diri untuk mengurus bayi sementara ibu beristirahat, atau sekadar membuatkan teh atau susu hangat setiap pagi. Terutama, kita dapat mengajak ibu untuk berbincang mengenai topik yang tidak berhubungan dengan anak-anak atau melahirkan.
Selain itu, ibu juga perlu memiliki teman. Jika ibu tidak memiliki teman yang dapat diajak berbicara, kita dapat mengajaknya untuk bergabung dalam grup ibu di Facebook yang memberikan ruang untuk saling berbagi tanpa dihakimi.
Kita juga perlu melihat diri kita sendiri. Apakah kita menjadi bagian dari penyebab stres bagi para ibu baru? Mari kita menciptakan lingkungan yang nyaman bagi para ibu, karena meskipun ada makhluk kecil yang membutuhkan perawatan, para ibu juga tetap membutuhkan perhatian dan dukungan dari kita semua.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com