Berdasarkan data yang ada, tulisan ini akan membahas mengenai hak perempuan dalam menolak untuk memiliki anak. Hal ini merupakan topik yang sensitif namun perlu dibahas secara serius, karena setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan apakah ia ingin memiliki anak atau tidak. Tulisan ini akan mengulas beberapa pertanyaan yang harus diajukan kepada calon suami dan pentingnya berkomunikasi terkait keputusan memiliki anak.
Pertama-tama, pertanyaan yang harus ditanyakan kepada calon suami adalah berapa banyak anak yang diinginkan. Hal ini penting untuk mengetahui apakah pasangan tersebut memiliki visi yang sama terkait jumlah anak yang diinginkan. Misalnya, jika hanya ingin memiliki satu anak dan merasa lelah setelah merawat anak tersebut, apakah boleh untuk tidak memiliki anak lagi? Bahkan jika tidak berniat memiliki anak sama sekali, penting untuk mengungkapkan hal ini sejak awal agar tidak terjadi kesalahpahaman kedepannya.
Hak perempuan untuk menentukan apakah ia ingin memiliki anak atau tidak sangat penting, karena tubuh ini adalah miliknya sendiri. Ia berhak untuk melakukan apa pun yang dianggap terbaik untuk kesehatan mentalnya dan untuk anak-anak yang akan dibesarkan olehnya. Sebuah pernikahan dan tanggung jawab memiliki anak merupakan hal yang menakutkan. Beberapa kasus yang pernah terjadi adalah seorang teman yang ditipu oleh suaminya. Suaminya mengaku mengeluarkan sperma di luar namun ternyata di dalam dan mengakibatkan kehamilan yang tidak diinginkan.
Salah satu alasan mengapa hal ini penting adalah karena terkadang suami menginginkan anak ketiga sementara istri sudah merasa cukup dengan dua anak. Ketika sudah hamil, sulit untuk mengubah keputusan tersebut. Hal ini juga berlaku sebaliknya, di mana ada istri yang terlalu takut suaminya akan menipu seperti itu. Ia merasa lelah dengan satu atau dua anak yang sudah ada, sehingga ia memasang IUD diam-diam tanpa sepengetahuan suaminya.
Hal ini membuat saya merasa sedih. Menambah anak bukanlah hal yang mudah, karena membesarkannya merupakan bagian tersulit. Apalagi jika keluarga tersebut berasal dari kalangan menengah ke bawah, bagaimana mereka akan membayar biaya sekolah anak-anaknya? Oleh karena itu, saya berpikir bahwa suami-seperti ini mungkin hanya akan mengurus bagian-bagian yang menyenangkan dari memiliki anak, seperti bermain dengan mereka atau menangani tantrum mereka. Karena jika keduanya merasa lelah, suami juga akan menerima alasan istri untuk tidak menambah anak.
Lalu, apa solusinya? Bagi mereka yang belum menikah, penting untuk mendiskusikan hal ini sebelum menikah. Bagi mereka yang sudah menikah dan suaminya merasa ingin menambah anak lagi, jelaskan saja alasan logisnya. Jika perlu, buatlah daftar pro dan kontra jika ingin menambah anak. Bahkan ada yang mengirimkan pesan kepada saya bahwa ia suka membuat presentasi dalam bentuk powerpoint jika memiliki pendapat yang berbeda dengan suaminya. Presentasinya didasarkan pada riset sehingga jika suaminya ingin membantah, ia juga harus menggunakan riset yang sama.
Bagaimana jika orangtua atau mertua yang menginginkan menambah anak? Jawabannya tergantung. Jika secara materi orangtua atau mertua masih membantu, saya rasa mereka memiliki hak untuk menuntut anak lagi. Tentu saja dengan catatan bahwa biaya pengasuhan dan pendidikan anak tersebut sepenuhnya ditanggung oleh mereka. Namun jika tidak, satu-satunya pilihan adalah berbicara secara tegas dan realistis bahwa mereka tidak mampu.
Intinya, komunikasi adalah kunci dalam mengatasi masalah ini. Namun jika merasa bahwa tidak mampu, jangan pernah mau dipaksa untuk memiliki anak lagi oleh siapapun. Setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan keputusannya sendiri terkait memiliki anak. Semua keputusan ini harus didasarkan pada kesejahteraan perempuan dan anak-anak yang akan dilahirkan.
Subscribe, follow lembarkerjauntukanak.com